Senin, 15 Juni 2009

Teori-teori Utama Pembangunan Ekonomi: Lima Pendekatan

Teori-teori Utama Pembangunan Ekonomi: Lima Pendekatan
1.Teori Tahapan Linier (linear-stages-of-growth models); 
2.Model Perubahan Struktural (the structural change theories and patterns); 
3Revolusi Ketergantungan Internasional (internationaldependence revolution); 
4.Kontrarevolusi Pasar Bebas Neoklasik (neoclassical free-market counterrevolution); 
5.Teori Pertumbuhan yang Baru (new or endogenous theory of economic growth)theory of economic . 
Dekade 1950-an dan 1960-an
nPara teorisi cenderung memandang proses pembangunan sebagai serangkaian tahapan pertumbuhan ekonomi yang berurutan yang pasti akan dialami oleh setiap negara yang menjalankan pembangunan. 
Pandangan ini merupakan suatu bentuk teori ekonomi yang menyoroti pembangunan sebagai paduan dan kuantitas tabungan nasional, penanaman modal, dan bantuan asing dalam jumlah yang tepat . 
nKesemuanya itu harus sedapat mungkin diupayakan serta diadakan oleh negara-negara Dunia Ketiga agar mereka juga dapat menapaki jalur-jalur pertumbuhan ekonomi modern yang menurut sejarahnya telah dilalui dengan sukses oleh negara-negara yang sekarang maju. 
nDengan demikian, pembangunan itu diidentikkan dengan pertumbuhan ekonomi agregat secara cepat
Dekade 1970-an
Pendekatan tahapan-linier tergusur oleh dua aliran pemikiran ekonomi, yang sesungguhnya lebih berbau ideologis daripada akademis. 
nAliran pemikiran yang pertama menitikberatkan pada teori dan pola perubahan.
nAliran pemikiran yang keduaadalah revolusi ketergantungan internasional. 
Aliran Pemikiran yang Pertama
nmenggunakan teori-teori ekonomi modern dan analisis statistik guna melukiskan proses struktural
internal yang harus dialami oleh negara-negara berkembang agar mampu dan berhasil menciptakan 
serta sekaligus mempertahankan pertumbuhan ekonominya yang cepat. 
Aliran Pemikiran yang Kedua
nBersifat radikal dan lebih berorientasi politik. 
Memandang keterbelakangan negara-negara berkembang sebagai akibat pola hubungan 
kekuasaan internasional yang tidak adil. 
nPerhatian utama teori ini ditujukan pada pentingnya menyusun kebijakan baru untuk menghapuskan 
kemiskinan secara total, menyediakan kesempatan kerja yang lebih bervariasi, dan mengurangi 
ketimpangan distribusi pendapatan. 
nTeori ini cenderung menyangsikan bahwasanya pertumbuhan ekonomi akan dapat diraih melalui 
cara-cara yang dianjurkan secara gencar oleh model-model pertumbuhan bertahap linier maupun teori
teori perubahan struktural.
Dekade 1980-an
nKontrarevolusi neoklasik (seringkali disebut neoliberal) 
nmenekankan pada peranan menguntungkan yang dimainkan oleh pasar-pasar bebas, perekonomian 
terbuka, dan swastanisasi perusahaan-perusahaan milik pemerintah atau negara yang kebanyakan 
memang tidak efisien dan boros. 
nMenurut teori ini, kegagalan pembangunan tidak disebabkan oleh kekuatan-kekuatan eksternal 
maupun internal sebagaimana diyakini oleh para tokoh teorisi ketergantungan, melainkan diakibatkan 
oleh terlalu banyaknya campur tangan dan regulasi pemerintah dalam kehidupan perekonomian nasional.
Akhir 1980-an dan Awal 1990-an
nTeori baru pertumbuhan ekonomi. 
nTeori ini mencoba memodifikasikan dan mengembangkan teori pertumbuhan tradisional 
sedemikian rupa sehingga ia dapat menjelaskan mengapa ada sebagian negara yang mampu 
berkembang begitu cepat sedangkan yang lain begitu sulit atau bahkan mengalami stagnasi (kemacetan).
nTeori baru ini juga bermaksud menjelaskan mengapa meskipun konsep-konsep neoklasik seperti pasar
bebas dan otonomi sektor swasta begitu gencar didengungkan, tetapi peranan pemerintah dalam 
keseluruhan proses pembangunan masih tetap sangat besar.
Teori Tahapan Linier
Tahap-tahap Pertumbuhan Rostow.
Model Pertumbuhan Harrod-Domar.
Syarat-syarat yang Diperlukan dan yang Harus Ada: 
Beberapa Kritik Terhadap Model Pembangunan Bertahap.
Rostow: Stages-of-growth-models of development 
(Model-model pembangunan pertumbuhan bertahap)
Menurut Rostow, dalam proses pembangunannya, suatu negara akan melalui beberapa tahapan yang 
utama sebagai berikut:
tahapan tradisional, dengan pendapatan per kapita yang rendah dan kegiatan ekonomi yang stagnan; 
2.tahapan transisional, di mana tahap prakondisi bagi pertumbuhan dipersiapkan; 
3.tahapan lepas landas (ini merupakan permulaan bagi adanya prosespertumbuhan ekonomisecaraadanya proses pertumbuhan ekonomi
berkesinambungan); 
4.tahapan awal menuju ke kematangan ekonomi; serta 
5.tahapan produksi dan konsumsi massal yang bersifat industri (inilah tahapan pembangunan atau development stage). 
Harrod-Domar growth model
(Model pertumbuhan Harrod-Domar)
nSebuah persamaan yang menunjukkan hubungan fungsional secara ekonomis antara berbagai variable pokok ekonomi. 
nPada intinya model ini menyatakan bahwa tingkat pertumbuhan GDP (g) secara langsung tergantung 
pada tingkat tabungan nasional(s) dan sebaliknya akan menentukanrasio modal-output(k) sehingga
persamaannya adalah g = s/k. 
nPersamaan tersebut mengambil nama dari dua orang ekonom terkemuka, yakni Sir Roy Harrod dari Inggris 
dan E. V. Domar dari Amerika Serikat.
Syarat-syarat yang Diperlukan dan yang Harus Ada: Beberapa Kritik Terhadap Model 
Pembangunan Bertahap
nGagasan dasar tentang pembangunan yang terkandung dalam teori-teori pertumbuhan bertahap
tersebut di atas tidak selalu berlaku. 
nAlasan utama tidak berlakunya teori tersebut bukan karena tabungan dan investasi tidak lagi merupakan 
syarat penting (necessary condition) bagi pemacuan pertumbuhan ekonomi, 
nakan tetapi karena dalam kenyataannya telah terbukti bahwa pengadaan tabungan dan investasi itu saja 
belumlah syarat cukup (sufficient condition) untuk memacu pertumbuhan ekonomi.

Necessary Condition(Syarat Perlu)
nSyarat yang diperlukan demi terjadinya suatu peristiwa meskipun mungkin jika syarat itu tidak 
disertai oleh yang lain, maka peristiwa tersebut bisa tidak terjadi. 
nSebagai contoh, pembentukan modal (capital)merupakan syarat perlu guna menunjang 
pertumbuhan ekonomi(sebelum pertumbuhan output terjadi, harus ada alatnya dahulu untuk 
menghasilkan output tersebut). 
nAkan tetapi, agar pertumbuhan tersebut bisa berlangsung secara berkesinambungan, maka 
harus ada pula perubahan sosial kelembagaan dansikap yang bersifat menunjang.
Sufficient Condition (Syarat Cukup)
nSuatu kondisi atau syarat yang harus dipenuhi guna memungkinkan sesuatu hal bisa terjadi. 
nSebagai contoh, menjadi mahasiswa dari sebuah universitas tertentu merupakan syarat cukup untuk
menerima pinjaman dana dari Program Kredit Mahasiswa. 
nModel pembangunan Rostow dan Harrod-Domar secara implisit ternyata mengasumsikan adanya
sikap-sikap dan pengaturan yang sama di negara-negara terbelakang. 
nAkan tetapi, asumsi itu tidak sesuai dengan kenyataan yang ada di negara-negara Dunia Ketiga. 
Negara negara tersebut masih sangat kekurangan faktor-faktor komplementer yang paling penting 
seperti halnya kecakapan manajerial, tenaga kerja yang terlatih, kemampuan perencanaan dan 
pengelolaan berbagai proyek pembangunan, dsb.
Teori teori pertumbuhan bertahap boleh dikatakan telah gagal total dalam memperhitungkan pelbagai 
kenyataan penting lainnya.
nNegara-negara Dunia Ketiga sekarang ini merupakan bagian integral dari suatu sistem internasional yang 
sedemikian rumit dan integratif, sehingga strategi-strategi pembangunan yang paling hebat dan
terencana secara matang sekalipun dapat dimentahkan begitu saja oleh kekuatan-kekuatan
asing yang keberadaan dan sepak-terjangnya sama sekali di luar kendali negara-negara yang bersangkutan.
nMaka muncullah pendekatan yang lebih baru dan radikal yang mencoba mengkombinasikan faktor-
faktor ekonomi dan institusional ke dalam suatu model sistem baru mengenai kemajuan dan 
keterbelakangan internasional. nPendekatan itu selanjutnya disebut sebagai paradigma ketergantungan internasional.
2. Model Perubahan Struktural
nMekanisme yang memungkinkan negara-negara terbelakang 
untuk mentransformasikan struktur perekonomian dalam negeri
mereka dari pola perekonomian pertanian subsisten tradisional 
ke perekonomian yang lebih modern, lebih berorientasi ke 
kehidupan perkotaan, dan lebih bervariasi, serta memiliki sektor 
i d t i
f ktd
ktjj
t
hindustri manufaktur dan sektor jasa-jasa yang tanggu . 
nModel perubahan struktural tersebut dalam analisisnya 
menggunakan perangkat-perangkat neoklasik berupa konsep-
konsep harga dan alokasi sumber daya serta metode metode
ekonometri untuk menjelaskan terjadinya proses transformasi. 
nAliran pendekatan perubahan struktural ini didukung oleh 
ekonom-ekonom yang sangat terkemuka seperti W. Arthur
Lewis yang termasyur dengan model teoretisnya tentang 
"surplus tenaga kerja dua sektor" (two sector surplus labor) dan 
Hollis B. Chenery yang sangat terkenal dengan analisis 
i i
t t
" l
l
b
" (tt
f
empirisnya tentang "pola-pola pembangunan" (patterns o  
development).
www.dadangsolihin.com
17
d l
b h
S
k
l
nTeori Pembangunan Lewis:
Transformasi struktural (structural transformation)
– Model dua-sektor Lewis (Lewis two-sector model) 
nPerubahan Struktural dan Pola-pola Pembangunan.
nKesimpulan-kesimpulan dan Implikasinya.
www.dadangsolihin.com
18
Structural Transformation
(Transformasi Struktural)
nProses pengubahan struktur industri dari suatu 
perekonomian agar kontribusi sektor manufaktur
terhadap pendapatan nasional (national income)
lebih tinggi daripada sektor pertanian. 
nDapat juga diartikan sebagai perubahan komposisi 
industri dalam perekonomian. 
nMisalnya:primary sector, secondary sector, dan
tertiary industrial sector.
www.dadangsolihin.com
19
Lewis Two-Sector Mmodel
(Model dua-sektor Lewis)
Teori pembangunan yang menyatakan bahwa jika 
surplus tenaga kerja (surplus labor)dari sektor
pertanian tradisional bisa dialihkan ke sektor industri 
modern yang daya serap tenaga kerjanya semakin 
tinggi, maka hal itu akan mempromosikan 
industrialisasi dan dengan sendirinya akan memacu 
adanya pembangunan secara berkesinambungan.
www.dadangsolihin.com
20
 
3 Revolusi Ketergantungan Internasional
(international dependence revolution)
nModel Ketergantungan Neokolonial.
M d l P
di
P l
n
nTesis Pembangunan Dualistik.
www.dadangsolihin.com
21
Model Ketergantungan Neokolonial
(Neocolonial dependence model)
Suatu model yang dalil utamanya menyatakan bahwa 
terjadi dan berlarut-larutnya keterbelakangandi 
negara-negara Dunia Ketigadisebabkan oleh aneka 
kebijakan ekonomi sosial politik dan bahkan
budaya eksploitatif yang dimainkan oleh negara-
negara maju terhadap negara-negara berkembang, 
hi
tid k b h
k tik
k
memperlakukan wilayah jajahannya di masa 
sebelumnya.
www.dadangsolihin.com
22
Model Paradigma Palsu
(False-paradigm model of underemployment)
nBahwa negara-negara Dunia Ketiga telah gagal 
mencapai kemajuan yang cukup berarti karena
strategi pembangunan mereka (biasanya disarankan 
oleh pakar ekonomi Barat) didasarkan pada model-
d l
b
"
k li "
j ltid kmodel pembangunan "yang keliru" yang jelas tida  
cocok dengan kebutuhan mereka yang mendasar. 
nModel pembangunan yang selama ini telah mereka
terapkan terlalu menekankan pada akumulasi kapital 
(capital accumulation)tanpa memberi perhatian 
k
d
l
t k
d ksecukupnya pada perlunya untuk mengada an 
perubahan-perubahan sosial dan kelembagaan.
www.dadangsolihin.com
23
Tesis Pembangunan Dualistik
nPandangan ini melihat dunia terbagi ke dalam dua 
kelompok besar yakni negara-negara kaya dan
miskin. 
nDi negara-negara kaya memang masih ada sebagian 
penduduknya yang miskin dan sebaliknya di negara-
negara miskin pun ada segelintir penduduknya yang 
makmur sejahtera. 
nDualisme (dualism) adalah sebuah konsep yang 
dibahas secara luas dalam ilmu ekonomi 
pembangunan.g
nKonsep ini menunjukkan adanya jurang pemisah 
yang kian lama terus melebar antara negara-negara 
kaya dan miskin serta di antara orang-orang kaya
dan miskin pada berbagai tingkatan di setiap negara. 
www.dadangsolihin.com
24
 
Pada dasarnya, konsep dualisme ini terdiri dari empat 
elemen kunci sebagai berikut:
1. Di setiap tempat dan konteks, selalu saja ada 
sejumlah elemen "superior" dan sekaligus elemen 
"inferior"inferior . 
2. Koeksistensi tersebut bukanlah suatu hal yang 
bersifat sementara atau transisional, melainkan. 
sesuatu yang bersifat baku, permanen atau kronis. 
3. Kadar superioritas serta inferioritas dari masing-
masing elemen tersebut bukan hanya tidak
menunjukkan tanda-tanda akan berkurang, 
melainkan bahkan cenderung meningkat. 
4 Hubungan saling keterkaitan antara elemen elemen
yang superior dengan elemen-elemen lainnya yang 
inferior tersebut terbentuk dan berlangsung 
sedemikian rupa sehingga keberadaan elemen-
elemen superior sangat sedikit atau sama sekali 
tidak membawa manfaat untuk meningkatkan 
ked d kan elemen elemen ang inferior
www.dadangsolihin.com
25
kedudukan elemen-elemen yang inferior. 
Dengan demikian apa yang disebut sebagai prinsipn
"penetesan kemakmuran ke bawah" (trickle down 
effect) itu sesungguhnya sulit diterima. 
nBahkan di dalam kenyataannya, elemen-elemen 
superior tersebut justru tidak jarang memanfaatkan, 
memanipulasi mengekploitasi ataupun menggencet
elemen-elemen yang inferior. 
nJadi, yang mereka kembangkan justru
keterbelakangannya.
www.dadangsolihin.com
26
4 Kontrarevolusi Pasar Bebas Neoklasik
(neoclassical free-market counterrevolution);
nTantangan bagi Pendekatan Statis
– Pasar Bebas
– Pilihan Rasional
– Ramah Terhadap Pasar
nTeori Pertumbuhan Neoklasik Tradisional 
(‘lama’)
www.dadangsolihin.com
27
b
nKondisi keterbelakangan negara-negara berkembang 
bersumber dari buruknya keseluruhan alokasi
sumber daya yang selama ini bertumpu pada 
kebijakan-kebijakan pengaturan harga yang tidak 
tepat dan adanya campur tangan pemerintah yang 
berlebihan.
www.dadangsolihin.com
28
 
nOleh karena itu, dengan membiarkan pasar bebas 
(free markets) hadir dan beroperasi secara penuh, ()pp
pelaksanaan swastanisasi perusahaan milik 
pemerintah, promosi perdagangan bebas dan 
pengembangan ekspor, menarik para investasi asing gp ,p
(misalnya, investor dari negara-negara maju), serta 
pembatasan regulasi dan distorsi harga pada pasar 
input, pasar output maupun pasar keuangan, maka,
efisiensi serta pertumbuhan ekonomi akan terpacu 
secara lebih optimal. 
www.dadangsolihin.com
29
ilih
i
l
nBahwa apa yang dilakukan pemerintah dalam 
urusan-urusan ekonomi selalu salah, sehingga setiap ,gg
bentuk intervensi pemerintah harus dijauhi. 
nPandangan pedas ini bertolak dari asumsi dasar
yang meyakini bahwa sikap tindakan dan keputusan
para politisi, birokrat, warga negara biasa, apalagi 
pejabat pemerintah, senantiasa bertolak dari 
kepentingan-kepentingan mereka sendiri tidak peduli
apa konsekuensinya terhadap pihak lain. 
www.dadangsolihin.com
30
h
h d
nPendekatan ini mengakui adanya berbagai 
kelemahan atau ketidaksempurnaan pasar baik itu
pasar produk maupun pasar faktor, di negara-negara 
Dunia Ketiga, dan bahwa pemerintah memang perlu 
j l k
ktif d l
k
imenjalankan peran aktif dalam perekonom an, 
khususnya untuk mengoreksi pelbagai 
ketidaksempurnaan pasar itu. 
nYang ditekankan oleh pendekatan ini adalah, 
intervensi pemerintah itu haruslah bersifat 
"
l ktif" t
h t h d
(di
ik"nonselektif" atau ramah terhadap (disesuaikan 
dengan) mekanisme pasar. 
www.dadangsolihin.com
31
Teori Pertumbuhan Neoklasik Tradisional (‘lama’) 
Traditional (Old) neoclassical growth theory
nModel pertumbuhan Robert Solow yang menyatakan 
bahwasanya ekuilibrium pertumbuhan ekonomi
dalam jangka panjang itu sama dengan nol, dan 
pendapatan per kapita dari semua negara cenderung 
t
j di
bmerasa atau menjadi sama esarnya. 
nTeori ini sendiri bertolak dari konsep persaingan 
sempurna (perfect competition)dan prinsipskala
hasil (returns to scale)yang konstan. 
www.dadangsolihin.com
32
 
5 Teori Pertumbuhan yang Baru (new or
endogenous theory of economic growth).
Merupakan pengembangan dan modifikasi dari teori 
pertumbuhan tradisional (traditional growth theory)yang
khusus dirancang untuk menjelaskan alasan mengapa 
ekuilibrium pertumbuhan ekonomi dalam jangka 
j
bi
itif db
i i di k l
negara, dan mengapa pula arus modal justru 
cenderung mengalir dari negara-negara miskin ke gggg
negara-negara maju yang tentunya lebih kaya, 
meskipun rasio modal-tenaga kerja (capital-labor ratio)
di negara negara miskin tersebut masih rendah
www.dadangsolihin.com
33
Terima Kasih
www.dadangsolihin.com
34
Dadang holds a MA degree (Economics), University of 
Dadang Solihin’s Profile
y
Colorado, USA. His previous post is Head, Center for Research 
Data and Information at DPD Secretariat General as well as 
Deputy Director for Information of Spatial Planning and Land 
Use Management at Indonesian National Development 
Planning Agency (Bappenas). 
Beside working as Assistant Professor at Graduate School of Asia-
Pacific Studies, Waseda University, Tokyo, Japan, he also active as 
Associate Professor at University of Darma Persada, Jakarta, Indonesia.
He got various training around the globe, included Advanced International 
Training Programme of Information Technology Management, at Karlstad 
City, Sweden (2005); the Training Seminar on Land Use and Management, 
Taiwan (2004); Developing Multimedia Applications for Managers, Kuala 
Lumpur Malaysia (2003); Applied Policy Development Training Vancouver, 
Canada (2002); Local Government Administration Training Course, 
Hiroshima, Japan (2001); and Regional Development and Planning Training 
Course, Sapporo, Japan (1999). He published more than five books ,pp,p()p
regarding local autonomous. 
You can reach Dadang Solihin by email at dadangsol@yahoo.comor by 
his mobile at +62812 932 2202
www.dadangsolihin.com
35

Tujuan Pembangunan Milenium

Deklarasi Millennium PBB yang ditandatangani pada September 2005 menyetujui agar semua negara:

1. Menghapuskan tingkat kemiskinan dan kelaparan yang parah
Target untuk 2015: Mengurangi setengah dari penduduk dunia yang berpenghasilan kurang dari 1 dolar AS sehari dan mengalami kelaparan.

2. Pencapaian pendidikan dasar secara universal
Target untuk 2015: Memastikan bahwa setiap anak laki dan perempuan mendapatkan dan menyelesaikan tahap pendidikan dasar.

3. Mengembangkan kesetaraan jender dan memberdayakan perempuan
Target 2005 dan 2015: Mengurangi perbedaan dan diskriminasi gender dalam pendidikan dasar dan menengah terutama untuk tahun 2005 dan untuk semua tingkatan pada tahun 2015.

4. Mengurangi tingkat kematian anak
Target untuk 2015: Mengurangi dua per tiga tingkat kematian anak-anak usia di bawah 5 tahun

5. Meningkatkan kesehatan ibu
Target untuk 2015: Mengurangi dua per tiga rasio kematian ibu dalam proses melahirkan

6. Perlawanan terhadap HIV/AIDS, malaria, dan penyakit lainnya
Target untuk 2015: Menghentikan dan memulai pencegahan penyebaran HIV/AIDS, malaria dan penyakit berat lainnya.

7. Menjamin berlanjutnya pembangunan lingkungan

Target: 
Mengintegrasikan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan dalam kebijakan setiap negara dan program serta mengurangi hilangnya sumber daya lingkungan
Pada tahun 2015 mendatang diharapkan mengurangi setengah dari jumlah orang yang tidak memiliki akses air minum yang sehat
Pada tahun 2020 mendatang diharapkan dapat mencapai pengembangan yang signifikan dalam kehidupan untuk sedikitnya 100 juta orang yang tinggal di daerah kumuh

8. Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan
Target: 
Mengembangkan lebih jauh lagi perdagangan terbuka dan sistem keuangan yang berdasarkan aturan, dapat diterka dan tidak ada diskriminasi. Termasuk komitmen terhadap pemerintahan yang baik, pembangungan dan pengurangan tingkat kemiskinan secara nasional dan internasional.
Membantu kebutuhan-kebutuhan khusus negara-negara kurang berkembang, dan kebutuhan khusus dari negara-negara terpencil dan kepulauan-kepulauan kecil. Ini termasuk pembebasan-tarif dan -kuota untuk ekspor mereka; meningkatkan pembebasan hutang untuk negara miskin yang berhutang besar; pembatalan hutang bilateral resmi; dan menambah bantuan pembangunan resmi untuk negara yang berkomitmen untuk mengurangi kemiskinan.
Secara komprehensif mengusahakan persetujuan mengenai masalah utang negara-negara berkembang.
Menghadapi secara komprehensif dengan negara berkembang dengan masalah hutang melalui pertimbangan nasional dan internasional untuk membuat hutang lebih dapat ditanggung dalam jangka panjang.
Mengembangkan usaha produktif yang layak dijalankan untuk kaum muda
Dalam kerja sama dengan pihak "pharmaceutical", menyediakan akses obat penting yang terjangkau dalam negara berkembang
Dalam kerjasama dengan pihak swasta, membangun adanya penyerapan keuntungan dari teknologi-teknologi baru, terutama teknologi informasi dan komunikasi.


TEORI KETERGANTUNGAN



Sejarah Perkembangan Teori Dependensi.
Pendekatan teori dependensi pertama kali muncul di Amerika Latin. Pada awal kelahirannya, teori ini lebih merupakan jawaban atas kegagalan program yang telah dijalankan oleh Komisi Ekonomi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Amerika Latin. (United Nation Economic Commission for Latin Amerika)ECLA/KEPBBAL) pada masa awal tahun 1960-an. Pada tahun 1950-an banyak pemerintahan di Amerika Latin, yang dikenal cukup “populis”, mencoba untuk menerapkan strategi pembangunan dari KEPBBAL yang menitik beratkan pada proses industrialisasi melalui program industrialisasi subsitusi impor (ISI). Dari padanya diharapkan akan memberikan keberhasilanyang berkelanjutan untuk pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan hasil pembangunan, peningkatan kesejahtaraan rakyat, dan pada akhirnya akan memberikan suasana yang mendorong pembangunan politik yang lebih demokratis. Yang terjadi adalah sebaliknya, ekspansi ekonomi amat singkat, dan segera berubah menjadi stagnasi ekonomi. 
Disamping itu, lahirnya teori dependensi ini juga dipengaruhi dan merupakan jawaban atas krisis teori Marxis ortodoks di Amerika Latin. Menurut pandangan Marxis ortodoks, Amerika Latin harus mempunyai tahapan revolusi industri “borjuis” sebelum melampaui revolusi sosialis proletar. Namun demikian Revolusi Repuplik Rakyat Cina (RRC) tahun 1949 dan revolusi Kuba pada akhir tahun 1950-an mengajarkan pada kaum cendikiawan, bahwa negara dunia ketiga tidak harus mengikuti tahapan-tahapan perkembangan tersebut. Tertarik pada model pembanguan RRC dan Kuba, banyak intelektual radikal di Amerika Latin berpendapat, bahwa negara-negara Amerika Latin dapat saja langsung menuju dan berada pada tahapan revolusi sosialis. 
Teori Ketergantungan muncul melalui Teori Struktural hal ini terjadi karena Teori Ketergantungan memakai pendekatan struktural Teori Struktural berpendapat bahwa kemiskinan yang terdapat di negara Dunia Ketiga yang mengkhususkan diri pada produksi pertanian adalah akibat dari struktur perekonomian dunia yang bersifat eksploitatif, dimana yang kuat melakukan eksploitasi terhadap yang lemah, maka surplus dari negara-negara Dunia Ketiga beralih ke negara-negara industri maju sehingga perdagangan dunia yang bebas justru merupakan wadah untuk praktek eksploitasi ini.
Teori Struktural merupakan teori yang memakai pendekatan struktural yaitu menekankan lingkungan material manusia, yakni organisasi kemasyarakatan besertasistem imbalan-imbalan yang metrial yang diberikannya, perubahan-perubahan pada lingkungan material manusia termasuk perubahan teknologi. Lingkungan material ini dianggap sebagai faktor yang lebih penting daripada keadaan psikologi dan nilai-nilai kemasyarakatan yang ada dalam mempengaruhi tingkahlaku manusia.
Dengan demikian dalam menjelaskan tingkahlaku manusia dan gejala atau proses sosial yang terjadi, teori struktural mencari faktor-faktor lingkungan material manusia sebagai faktor yang menyebabkannya.
Teori Struktur sendiri memang berpangkal pada filsafat materialisme yang dikembangkan oleh Karl Max. Teori Ketergantungan membantah tesis Marx yang menyatakan bahwa kapitalisme akan menjadi produksi tunggal dan menciptakan proses maupun struktur masyarakat yang sama di semua negara yang ada di dunia ini.
Teori Ketergantungan mempunyai dua induk pertama adalah teori tentang imprealisme dan kolonialisme, kedua datang dari studi-studi empiris tentang pembangunan di negara-negara pinggiranjuga dari para pemikir Marxis (Paul Baran) maupun yang bukan (Raul Prebisch).

Tokoh-Tokoh Teori Ketergantungan 
1. Karl Marx


Karl Marx mengatakan bahwa negara-negara kapitalis maju akan menularkan sistem kapitalisme ke negara-negara berkembang dan ini mengakibatkan kemajuan negara-negara berkembang.
2. Paul Baran


Paul Baran mengatakan bahwa negara-negara pinggiran yang disentuh oleh negara-negara maju tidak mengalami kemajuan karena negara maju bukan industrialisasi yang dijalankan di negara pinggiran tetapi mempertahankan sektor pertanian, bukan akumulasi modal yang terjadi, tetapi penyusutan. Negara-negara yang terbelakang dikuasai oleh kepentingan modal asing dan agen –agen di negara tersebut dan oleh kepentingan kaum pedagang dan tuan tanah.
3. Raul Prebisch

Raul Prebisch merupakan yang tidak setuju dengan pemikiran Marxis.
4. Theotonio Dos Santos


Theotonio Dos Santos memberikan definisi ketergantungan adalah keadaan dimana kehidupan ekonomi negara-negara tertentu dipengaruhi oleh perkembangan dan ekspansi dari kehidupan ekonomi negara-negara lain dimana negara-negara tertentu ini hanya berperan sebagai penerima akibatnya saja. Ketergantungan diatas diatas mempunyai derajat ketergantungan yang berbeda negara pinggiran jelas lebih tergantung kepada negara pusat daripada sebaliknya keduanya saling membutuhkan tetapi tidak saling ketergantungan dengan derajat yang sama.
5. Andre Gunder Frank


Ia berpendapat bahwa adanya hubungan tidak sehat antara negara-negara pusat dengan negara pinggiran. Keadaan itu yaitu adanya ketergantungan yang akan menghasilkan keterbelakangan di masa lalu dan terus mengembangkan keterbelakangan di masa sekarang, jadi keterbelakangan bukan suatu kondisi yang alamiah dari sebuah masyarakat dan bukan juga karena kekurangan modal keterbelakangan merupakan sebuah proses ekonomi, polotik dan sosial yang terjadi akibat globalisasi dari sistem kapitalisme.






6. Robert A Packenham


Ia berpendapat bahwa ketergantungan sebagai suatu yang dianggap negatif, ketergantungan juga sepenuhnya didefinisikan sebagai konsep dikotomi padahal semua negara tidak ada yang sepenuhnya tergantung juga tidak semuanya otonom. Ia mempertanyakan keluwesan dan mengukur derajat ketergantungan.

Asumsi dasar teori dependensi klasik.
Keadaan ketergantungan dilihat dari satu gejala yang sangat umum, berlaku bagi seluruh negara dunia ketiga. Teori dependensi berusaha menggambarkan watak-watak umum keadaan ketergantungan di Dunia Ketiga sepanjang perkembangan kapitalisme dari Abad ke-16 sampai sekarang. 
• Ketergantungan dilihat sebagai kondisi yang diakibatkan oleh “faktor luar”, sebab terpenting yang menghambat pembangunan karenanya tidak terletak pada persoalan kekurangan modal atau kekurangan tenaga dan semangat wiraswasta, melainkan terletak pada diluar jangkauan politik ekonomi dalam negeri suatu negara. Warisan sejarah kolonial dan pembagian kerja internasional yang timpang bertanggung jawab terhadap kemandekan pembangunan negara Dunia Ketiga.
• Permasalahan ketergantungan lebih dilihatnya sebagai masalah ekonomi, yang terjadi akibat mengalir surplus ekonomi dari negara Dunia Ketiga ke negara maju. Ini diperburuk lagi kerena negara Dunia Ketiga mengalami kemerosotan nilai tukar perdagangan relatifnya.
• Situasi ketergantungan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses polarisasi regional ekonomi global. Disatu pihak, mengalirnya surplus ekonomi dari Dunia Ketiga menyebabkan keterbalakangannya, satu faktor yang mendorong lajunya pembangunan dinegara maju. 
• Keadaan ketergantungan dilihatnya sebagai suatu hal yang mutlak bertolak belakang dengan pembangunan. Bagi teori dependensi, pembangunan di negara pinggiran mustahil terlaksana. Sekalipun sedikit perkembangan dapat saja terjadi dinegara pinggiran ketika misalnya sedang terjadi depresi ekonomi dunia atau perang dunia. Teori dependensi berkeyakinan bahwa pembangunan yang otonom dan berkelanjutan hampir dapat dikatakan tidak mungkin dalam situasi yang terus menerus terjadi pemindahan surplus ekonomi ke negara maju. 

Implikasi kebijiaksanaan teori dependensi klasik
Secara filosofis, teori dependensi menghendaki untuk meninjau kembali pengertian “pembangunan”. Pembangunan tidak harus dan tidak tepat untuk diartikan sebagai sekedar proses industrialisasi, peningkatan keluaran (output), dan peningkatan produktivitas. Bagi teori dependensi, pembangunan lebih tepat diartikan sebagai peningkatan standar hidup bagi setiap penduduk dinegara Dunia Ketiga. Dengan kata lain, pembangunan tidak sekedar pelaksanaan program yang melayani kepentingan elite dan penduduk perkotaan, tetapi lebih merupakan program yang dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk pedesaan, para pencari kerja, dan sebagian besar kelas sosial lain yang dalam posisi memerlukan bantuan. Setiap program pembangunan yang hanya menguntungkan sebagian kecil masyarakat dan membebani mayoritas masyarakat tidaklah dapat dikatakan sebagai program pembangunan sebenarnya. 
Teori ini teori dependensi berupaya secara terus menerus untuk mengurangi keterkaitannya negara pinggiran dengan negara sentral, sehingga memungkinkan tercapainya pembangunan yang dinamis dan otonom, sekalipun proses dan pencapaian tujuan ini mungkin memerlukan revolusi sosialis.

Kajian teori dependensi klasik.
a. Tenaga teori depandensi klasik
Ketergantungan dan keterbelakangan Indonesia mencerminkan kerakteristik yang khas teori dependensi dalam usahanya menguji persoalan pembangunan Dunia Ketiga. Dari padanya diharapkan dapat dilihat secara lebih jelas dan karena itu dapat dicari kekuatan teori dependensi dalam mengarahkan pola pikir peneliti, para perencana kebijaksanaan, dan pengambil keputusan untuk mengikuti tesis-tesis yang diajukan. Dalam hal ini teori dependensi dibanding dengan dua pendekatan pokok yang lain. Namun lebih ditujukan untuk menggali sejauh mana tenaga yang dimiliki teori dependensi dalam mempengaruhi peta pemikiran persoalan pembangunan. 
Nampaknya ketiga hasil kajian tersebut memiliki asumsi yang sama, yakni ketergantungan pembangunan yang terjagi di negara-negara tersebut disebabkan oleh faktor luar, yang tidak berada didalam jangkauan pengendaliannya, yang pada akhirnya posisi ketergantungan ini akan membawa akibat jauh berupa keterbelakangan pembangunan ekonomi. 
b. Ketergantungan dan faktor luar.
Tenaga inti yang dimiliki oleh teori dependensi klasik dapat diketahui dari kemampuannya untuk mengarahkan peneliti dan pengambil keputusan untuk menguji sejauh mana dominasi asing telah secara signifikan mempengaruhi roda pembangunan nasional. 
c. Ketergantungan ekonomi.
Dengan merumuskan ketergantungan sebagai akibat dari adanya ketimpangan nilai tukar barang dalam transaksi ekonomi, teori dependensi telah mampu mengarahkan para pengikutnya untuk lebih memperhatikan dimensi ekonomi dari situasi ketergantungan. Dalam hal ini, sekalipun teori dependensi sama sekali tidak mengesampingkan dimensi politik dan budaya, persoalan ini hanya dilihat sebagai akibat lanjutan dari dimensi ekonomi.
d. Ketergantungan dan pembangunan.
Teori dependensi klasik hampir secara ”sempurna” menguraikan akibat negatif yang harus dialami negara Dunia Ketiga sebagai akibat situasi ketergantungannya. Bahkan terkadang tarasa agak berlebihan, ketika teori dependensi menyebutkan bahwa hanya dengan menghilangkan sama sekali situasi ketergantungan, negara Dunia Ketiga baru akan mampu mencapai pembangunan ekonomi. 

KONDISI SOSIAL INDONESIA



Berdasarkan isu-isu penting dalam berbagai film dokumenter menjelaskan tentang fakta berbagai permasalahan kemiskinan dan keterpurukan yang menimpa bangsa Indonesia. Kemiskinan dan keterpurukan di Indonesia sudah ada sejak masa perjuangan bangsa Indonesia terdahulu, dimana bangsa Indonesia mengalami berbagai penindasan dari kaum penjajah, menjadi sasaran para kaum penjajah untuk mempekerjakan rakyat Indonesia sebagai buruh lembur dengan upah kecil, penguasaan tanah rakyat secara paksa, pembelian hasil alam Indonesia dengan harga rendah, perampasan harkat dan martabat bangsa Indonesia pada umumnya. Pada masa G30S-PKI para tokoh nasionalis dan pejuang bangsa Indonesia pemberontak kaum penjajah dibunuh secara kejam. Menjadi bukti keterpurukan bangsa Indonesia di mata dunia.
Kemunduran bangsa Indonesia merupakan dampak dari rezim penguasa sebelumnya, dimana pada saat lengsernya Ir. Soekarno sebagai presiden Indonesia digantikan oleh Soeharto sebagai presiden Indonesia yang baru. Tabiat Presiden Soeharto yang menggambarkan kemajuan bangsa Indonesia dengan kepemimpinan otoriternya dan menjalankan kerjasama dengan negara adikuasa Amerika Serikat dan Inggris, memberikan bukti memajukan pertanian Indonesia, pembelian berbagai perlengkapan militer, nilai rupiah atas dolar berada antara di bawah Rp 2.000,- dan sebagainya, hingga Indonesia disebut sebagai calon Macan Asia pada masanya. Namun ternyata dibalik itu lambat laun berdampak buruk terhadap bangsa Indonesia, karena menyimpan hutang luar negeri yang sangat besar jumlahnya. Disamping pihak Soeharto, terdapat juga para pejabat elite politik Indonesia yang korup, pembayaran pajak yang pada kenyataannya dibebankan kepada rakyat ternyata sebagian besar bukan untuk pembayaran hutang negara melainkan masuk kantong keluarga Soeharto. Dalam fakta yang terungkap 1/3 utang Indonesia atas World Bank sebesar 8 Milyar Dolar berada ditangan Soeharto untuk kepentingan pribadi, hingga pada akhirnya pada tahun 1997 Soeharto lengser dengan berhasil merampok 15 Milyar Dolar selama masa kepemimpinannya, sehingga menjadi tanggungan utang luar negeri Indonesia di era selanjutnya yang dibebankan kepada rakyat Indonesia.
Pada masa krisis moneter dan krisis kepercayaan melanda bumi Indonesia tercinta banyak sekali permasalahan yang timbul akibat dari hal ini. Dampaknya dalam kehidupan sehari-hari masyarakat adalah makin meningkatnya jumlah angka kemiskinan yang seharusnya turun dengan adanya priogram-program yang dilaksanakan pemerintah bukan menjadi semakin terpuruk. 
Hal itupun dirasakan oleh pemerintah Indonesia sebagai masalah baru yang harus diselesaikan secepatnya. Jika tidak kondisi atau keadaan akan semakin terpuruk dan akan menimbulkan kekacauan, konflik, tIndak kriminal, dan lain sebagainya. Pada awal-awal terjadinya krisis moneter pemerintah Indonesia sangat bergantung sekali dengan pihak luar. Karena pemerintah harus membangun negara ini dari tahap yang terkecil hingga tahap yang terbesar. Kebijakan pemerintah pada saat itu adalah dengan menerima bantuan dana dari IMF (International Monetary Foundation) berupa bantuan pinjaman dana yang harus dikembalikan pada waktu yang telah ditentukan sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat.
Setelah krisis moneter telah berlalu yang ditandai dengan membaiknya kondisi ekonomi dan segala aspek kegiatan di segala bidang serta hutang bantuan dana yang telah dilunasi, negara ini tetap masih mengantungkan perputaran roda pemerintahan ini kepada negara-negara luar. Hal ini dapat dilihat dengan masih banyaknya investor asing yang menduduki peringkat atas dalam pemegang kekuasaan di industri-industri. Saham-saham yang dimiliki indonesia pun ada sebagian dijual kepiha asing misalnya, Indosat, HM Sampoerna, dan lain-lainnya. Hal ini, dapat membuktikan bahwa perekonomian negara ini masih bergantung dengan negara-negara asing, dalam ini mengenai penanaman dana investor untuk industri-industri di Indonesia, yang berakibat pemerintah Indonesia sangat sulit lepas dari ketergantungan. 
Permasalahan yang menimpa bangsa Indonesia disebabkan oleh pelaku elite politik Indonesia terdahulu yang cenderung kurang bertanggung jawab dengan kecenderungan korup berdampak terhadap rakyat Indonesia hingga saat ini dan sulit terpecahkan. Indonesia pada dasarnya mempunyai potensi lebih yang dapat dikembangkan, pada kenyataannya kekayaan di Indonesia ternyata bertolak belakang terhadap kemajuan namun lebih akrab pada kemiskinan karena tidak ada karakter di Indonesia. Bisa dilihat banyaknya pengusaha kaya yang menghambur-hamburkan uang untuk mengadakan suatu macam pesta perayaan, tetapi di lain pihak di luar sana masih terdapat kurang lebih 70 juta rakyat miskin di Indonesia yang membutuhkan santunan, sehingga terdapat kesenjangan sosial. Selain itu permasalahan tempat tinggal tidak layak huni, sanitasi kumuh, penghasilan dan pengeluaran tidak seimbang merupakan masalah yang seringkali menimpa rakyat Indonesia.
Fenomena yang terjadi di Indonesia, miskin makin miskin, pelayanan publik tidak maksimal karena dana lebih dialokasikan untuk pembayaran hutang negara akibat ulah elite politik korup terdahulu. Kaya makin kaya karena terdapat investasi tinggi di Indonesia dan upah buruh relatif murah sehingga menarik minat investor asing untuk menguasai pangsa pasar di Indonesia. Etika perusahaan di Indonesia tidak dapat diterapkan dengan baik, karena pemerintah sendiri (elite politik) mengatakan “buruh murah” untuk menarik investor asing, sehingga banyak pengangguran terutama bagi investor dalam negeri. Seperti pada kenyataannya kasus beberapa perusahaan asing Nike, Reebok, Adidas, serta GAP yang mempekerjakan buruh Indonesia bisa lebih dari 24 jam/hari tergantung target pesanan. Tidak seimbang dengan upah kerja yang diterima, disamping itu juga para pekerja Indonesia juga rentan terhadap bahaya kekerasan karena kecenderungan tidak menghargai hak berserikat dan hak-hak pekerja.
Berpedoman Dependency Theory (Teori Ketergantungan) dijelaskan bahwa ketergantungan adalah keadaan di mana kehidupan ekonomi negara tertentu dipengaruhi oleh perkembangan dan ekspansi dari kehidupan ekonomi negara lain. Negara tersebut tersebut hanya berperan sebagai penerima akibat saja. Konsep ketergantungan memperlihatkan bahwa situasi internal suatu negara sebagai bagian dari ekonomi dunia. Imperialisme merupakan akar dari ketergantungan karena surplus ekonomi negara terjajah dibawa ke negara imperialist. Ekspansi kaum kapitalis dunia menciptakan ketergantungan karena menciptakan pasar yang monopolistik, misal: World Bank dan IMF menerapkan hutang untuk membantu penerapan kebijakan terutama kepada negara berkembang, privatisasi BUMN oleh IMF dan World Bank.

TENTANG DUNIA KETIGA



Setelah pasca perang dunia kedua yang memunculkan blok barat dan blok Timur namun setelah itu semua berakhir muncul lah sebutan – sebutan untuk negara – negara yang tergolong untuk Negara – Negara pasca blok – blok tersebut. 

Negara dunia pertama adalah Negara penguasa kapitalisme yang menganut paham liberal sebagai acuan dalam menjalankan rod ekonomi dan politiknya. Selain itu adalahnegara dunia ke dua yang menganut paham sosialis yang menjadikan sosialisme sebagai acauan utama jalannya pemerintahan dan juga ekonomi.

Selanjutanya terdapat Negara dunia ketiga yang mencampurkan berbagai macam paham terhadap pelaksanaan roda kehidupannya, bahkan cenderung bedrabtakna dan terdapat kekeurang tertauran terhadap penganutan paham – paham tersebut. Sekarang ini dunia ketiga menjadi sorotan bagi negar – Negara kapitalis sebagai sasarn konsumen bagi hasil – hasil ptroduksinya dan ini dianggap sebagai “penjebak” keadaan bagai banyak negar – negara dunia ketiga yang masih tergolong berkembang dan disisi lain juga dapat dijadikan sebagi penghambat bagi berkembangnya negara – negara tersebut. Apa yang terjadi dengan pembangunan dunia ketiga pada masa ini? beberapa pakar mencoba mendefinisikannya. 

PEMBAHASAN 


Pembangunan sebagai studi interdisipliner.

Stabilitas politik adalah sarana penting untuk memungkinkan pelaksanaan pembangunan.

Mengukur pembangunan 

kekayaan rata – rata

Pembangunan diartikan sebagai jumlah kekayaan keseluruhan sebuah bangsa atau Negara.
Pemerataan

Bila terjadi, sebagian kecil orang didalam Negara tersebut meiliki kekayaan berlimpah sedangkan sebagian besar hidup dalam kemiskinan, benar – benar sangat ironis.
Kualitas kehidupan

Bagi Negara yang memiliki kualitas, apabila angka bertahan hidup lebih besar maka Negara tersebut dianggap berhasil dalam hal pembangunan dan dapat diukur dari ;
Harapan hidup manusia hinga 77 tahun.
Besarnya harapan hidup bayi hingga tahun tertentu dan 
Banyaknya penduduk yang melek aksara
Kerusakan lingkungan 

Sebuah Negara diukur maju atau tidaknya sekarang ini muncul krieria baru yaitu berhasil atau tidaknya suatu negara menjaga kelestarian lingkungannya.
Faktor keadilan social yakni pembangunan juga diukur dengan adanya stabilitas sosial yang stabil antara miskin dan kaya, agar terjadi pembangunan yang “sustainable”.

Beberapa cabang ilmu ekonomi 

ekonomi tradisional

Profit oriented dengan cara – cara yang murah untuk memenuhi kebutuhan orang banyak.
Ekonomi politik 

Ekonomi dapat dipengaruhi dengan adanya kekuatan politik yang kuat, misalnya; sebuah kebijakan dapat berubah apabila memiliki kekuatan dalam bidang ekonomi maupun politik.
ekonomi pembangunan

Adalah cabang ekonomi yang paling baik, karena dalam cabang ilmu ekonomi ini menomorsatukan rakyat miskin sebagai objek yang perlu mendapat perhatian lebih oleh pembangunan.

PEMBANGUNAN : FAKTOR MANUSIANYA 


Factor pembangunan lebih sering masih menitik beratkan pada factor material, Karena pembangunan cenderung didominasi oleh para ahli ekonomi.

Setiap kita membicarakan masalah pembangunan tidak akan terlepas dari 2 hal : 
Material 
Masalah manusia sebagai factor produksi yang berhubungan erat dengan ketrampilan. Seharusnya pembangunan dikondisikan agar dapat menciptakan manusia – manusia yang kreativ bukan sebaliknya.



TEORI MODERNISASI : PEMBANGUNAN 


SEBAGAI MASALAH INTERNAL 


I. Pembagian kerja secara internasional

Teori ini menuntut Negara – Negara di dunia untuk sadar “ capability” atau potensi yang dimiliki oleh Negara – negara nya masing – masing. Cenderung tidak memaksakan :

e.g : Negara – Negara utara yang kekurangan bahan pertanian dan memiliki keahlian di bidang industri sebaiknya tidak memproduksi hasil – hasil pertanian, hal ini ditujukan agar “cost” yang dikeluarkan oleh sebuah Negara tidak mahal, karena pasti akan lebih mahal jika memproduksi sendiri ketimbang membeli dari Negara – Negara penghasil pertanian.

Menurut Todaro[1], ” pembangunan yang didasrkan pada kemandirian diri sendiri melalui isolasi sebagian atau keseluruhan, dianggap sebagai pembagunan yang secar ekonomis kurang baik dibandingkan dengan pembanguan yang mengikut sertakan diri kedalam perdagangan internasional yang bebas dan tidak terbatas”.

II. TEORI MODERNISASI

Negara di dunia berdasarkan Teori keuntungan Komparatif terbagi menjadi dua buah kelompok Negara : 1. yaitu kelompok Negara yang menghasilkan hasil – hasil produksi, 2. Negara yang memproduksi barang – barang industri.

Namun apa yang terjadi, mengapa Negara – negar penghasil barang industri cenderung tergolong sebagai Negara yang maju dan kaya, mengapa ini bisa terjadi? Dihadapkan dengan kenyataan ini secara umum terdapat dua teori[2] :
Pertama, teori – teori yang menjelaskan bahwa kemiskinan ini terutama di sebabkan oleh factor – factor internal atau factor – factor yang terdapat didalam negeri Negara yang bersangkutan. Teori ini dikenal dengan teori modernisasi.
kedua, teori – teori yang lebih banyak menggunakan factor kesternal sebgai acuan atau factor – factor yang terjadi diluar dari Negara tersebut.


Ada

beberapa teori yan tergolong kedalam teori modernisasi :
Teori Harrod-Domar : tabungan dan investasi. Pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh tingginya tabungan dan investasi. Masalah pembangunan intinya berhubungan dengan penambahan modal pembangunan. Dan pada saat kekurangan modal berarti merupakan suatu masalah bagi Negara.
Max Weber ‘ Etika Protestan : menurut Weber adanya peran agama merupakan salah satu pemicu Eropa barat dan Amerika Serikat menjadi negara maju sebagai tempat munculnya capitalisme. yaitu etika protestan. Bekerja keras dengan sungguh – sungguh lepas dari imbalan material karena merupakan perintah dari agamanya. Menjadi kaya adalah produk sampingan yang tidak disengaja.
David McClelland : Dorongan berprestasi atau n-ach., orang melakukan sesuatu atau bekerja keras bukan karena sesuatu yang berhubungan dengan imbalan namun karena sang pelaku mengetahui bahwa itu adalah tindakan yang baik.
WW. Rostow : 

lima

tahap pembangunan
masyarakat tardisional, masih sangat sederhana dan bergantng pada alam, produksi hanya untuk konsumsi.
Prakondisi untuk lepas landas, kawanan tradisional akan terus bergerak walau sangat lambat, biasanya ada campur tangan dari masyarakat luar yang lebih maju.
Lepas landas, kondisi dimana keuntungan pada pertumbuhan ekonomi mengalami grafik menaik dengan stabil dan hilangnya hambatan – hamatan yang berarti. Penanaman modal juga mulai diterapkan pada sector lain.
Bergerak ke kedewasaan, keuntungan naik turun namun tetap bisa diinvestasikan. Impor menjadi kebutuhan dan ekspor dilakukan untuk mengimbangi.
Jaman konsumsi modal yang tinggi, konsumsi tidak lagi terbatas menjadi kebutuhan pokok tetapi meningkat menjadi kebutuhan yang lebih tinggi. Dan mulai banyak yang menjadi wirausahawan.
Bert F.Hoselitz : factor – factor non ekonomi, menurutnya selain factor kekurangan modal yang diungkapkan oleh Rostow juga terdapat factor lain yaitu factor ketarampilan subjek ekonomi.
Alex Inkeles dan David H.Smith : manusia modern, menurut mereka dengan memberikan lingkungan yang tepat ,setiap orang bisa diubah menjadi manusia yang modern setelah ia mencapai usia dewasa.

Teori Ketergantungan (1) : 



PARA

PENDAHULUNYA

Teori ketergantungan merupakan salah satu teori structural . Teori Struktural sering dianggap berasal dari teori – teori Marx, terutama teorinya tentang bangunan atas dan bangunan bawah. Namun bukan berarti bahwa teori – teori pembangunan dilahirkan oleh Marx. Namun pendapat Marx mengenai Negara – Negara industri dan Negara pertanian patut ditelusuri.Teori Ketergantungan yang merupakan bagian dari kelompok teori structural lahir dari dua induk : yang pertama adalah ekonomi liberal yaitu Raul Prebisch dan yang kedua adalah teori – teori Marxis tentag imperialisme dan kolonialisme dan juga seorang pemikir marxis yan merevisi yaitu Paul Baran.

1. Raul Prebisch : pertama kritiknya terhadap perdagangan internasional yang bebas, kedua hambatan industrialisasi, dan karena itu juga hambatan terhadap pembangunan disebabkan oleh factor – factor eksternal. Ini berbeda dengan Teori modernisasi yang beranggapan bahwa hambatan berasal dari factor – factor internal Negara tersebut. 

Prebisc beranggapan bahwa[3] : Negara – negara yang terbelakang harus melakukan industrialisasi, bila mau membengaun dirinya. Industrialisasi ini dimulai dengan indsutri subtitusi impor. Barang – barang industri yang tadinya diimpor, harus diproduksi didalam negeri.

2 perdebatan tenatang imperialisme dan kolonialisme

berbicara mengenai imperialisme dan kolonialisme, erat kaitannya dengan bangsa Eropa yang pada masa nya banyak melakukan ekspansi keluar dan menguasai bangsa – bangsa lainnya baik secara politis maupun ekonomis.


Ada

tiga kelompok teori yang menjadi penyebab pendorong utama ekspansi ekonomi, yaitu;

a. Kelompok teori God ( Tuhan, yang melambangkan keinginan manusia untuk menyebarkan agama untuk menyebab 

kan

dunia yang lebih baik), kelompok teori yang menekankan idealisme manusia dan keinginannya untuk menyebarkan ajaran Tuhan, untuk menciptakan dunia yang lebih baik;

b. Teori Glory ( Kebesaran, yang melamabangkan kehausan manusia akan kekuasaaan), untuk kebesaran pribadi maupun kebesaran masyarakat dan negaranya.

c. Kelompok Teori Gold (emas, yang melamabangkan keserakahan manusia terhadap harta.
Paul Baran : sentuhan yang mematikan dan kretinisme

Baran beranggapan bahwa Negara – Negara korban imperialisme, seharusnya dapat mengembangkan dirinya sama dengan Negara – Negara lain. 

TEORI KETERGANTUNGAN (2) 


INTI PEMIKIRANNYA 


Teori ketergantungan beranggapan bahawa seharusnya negar – negar pinggiran dapat menjadi maju apabila tidak tersentuh oleh Negara – negar ayan tergolong maju, dalam hal ini sentuhan – sentuhan tersebut dianggap asebagai sa;ah satu hamabatan majunya pembanguan ekonomi sebuah egara baik dalam hal politik mauapun ekonomi dan juga social budaya.

Ketergantungan adalah akibat dari proses kaptalisme global, dimana Negara – negar pingiiran kebagian perna sebagai pelenkap, penyaerta saja.[4]

Cardoso menekankan bahwa analisis ketergantunga harus merupakan pembicaraan pada kasus – kasu empiris.

Faktor Internal dan eksternal 


Menurut Dos Santos, keterlamabatan kemajuan Negara - Negara dunia ketiga yang mayoritas pengahasilannya berasal dari sector pertanian, yaitu moayoritas dikarenakan banayhaknya hambatan atau permasalahan- permasalahn ayang adtang dari factor eksternal, namun bukan berarti factor internal tidak berpengaruh, tapi bila terjadi sentuhan dari factor eksternal Negara –negara yang bersangkutan cenderung “chaos”. 

Teori pasca ketergantungan Perkembangan Baru 


Teori Liberal terhadap teori ketergantungan

Menurut kaum liberal persperktif ketergantunga dianggap tidak memiliki definisi yang pasti atau memilki pengertian yang sangat kabur, karena itupara liberal cenderung menganggap bahwa ketergantungan itu hanya bersifat retorika saja dan bukan bersifat ilmiah.

Karena dengan begitu jadi agak sulit bila menyatakan bahwa ketergantungan merupakan penyebab dari keterbelakangan, menurut Lall.[5]

Bill Warren 


Kritiknya berisikan mengenai bahwa dalam kenyataannya, Negara – negara yang tergantung menunjukan kemajuan dalam pertumbuhan ekonomi dan proses industrrialisasinya.

Teori Artikulasi

Yaitu yang merasa tidak puas denga teori ketergantungan karena merasa bahwa pembangunan dan industrialisasi memenag terjadi di Negara – negar terbelakang.  


Penutup 


Mencari model pembangunan baru 


Teori pemabangunan yang sekarang terselenggara didunia memang belum memuaskan, malah sering kali terjadi pembentukan segmentasi – segmenatsi baru dalam dunia pembangunan dunia. Dunia bagian pertama dengan cap kaliptalisme raja perekonomian dan kemakmuran dunia, keberadaanya serng kali mengusik keberadaan Negara – Negara yang sedang berkembangdnegan memunculkan sifat mendominasi dan memaksakan kehendak dalam hal produksi industri. 

Hal ini memunculkan sisi dilematis bagi pemerintah dunia ketiga, disatu sisi sangat memebuthkan sentuhan dunia kapitalisme namun disisi lain seolah menghancurkan dengan sangat perlahan. 

Tanpa adanya problem solving oleh pakar politik dan ekonomi kenegaraan dalam usaha memecahkan permasalahan politik ekonomi yang sangat pelik, lack yang terjadi antara dunia kapitalis dan dunia ketiga memang sangat kentara, maka itu perlu diadakannay pemerataan pemabngunan didunia, atau kondisi persaingan yan kondusif bagi Negara – negara di dunia.

Definisi singkat pembangunan (modernisasi)

Secara filosofis, pembangunan bisa diartikan sebagai suatu upaya manusia atau sekolompok manusia dengan berbagai macam sistem di dalamnya untuk mengatasi batas-batas kemanusiaan. Dengan kata lain, pembangunan adalah upaya dari pemerintah suatu negara untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakatnya. Suatu negara dapat dikatakan gagal apabila negara tersebut tidak mampu memenuhi tanggung jawab ini. Dan suatu negara dikatakan berhasil apabila tingkat kemakmuran penduduk negara tersebut relatif tinggi karena kemakmuran, mengindikasikan terpenuhinya berbagai macam kebutuhan.

Pengukuran tingkat kemakmuran ini biasanya dilakukan dengan cara melihat pendapatan perkapita suatu negara. Menurut standar Bank Dunia, suatu negara dikatakan miskin apabila pendapatan perkapitanya di bawah sekitar 712 US$. Dalam standar ini, Indonesia masih berada dalam garis kemiskinan. Untuk mengukur perkembangan dan kemajuan pembangunan, ukuran yang biasa dilakukan adalah dengan melihat tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara. Tetapi pendapatan perkapita dan pertumbuhan ekonomi ini tidak cukup untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan karena tingkat rataan pendapatan tidak menunjukkan seberapa besar kemakmuran yang diterima oleh sebagian besar penduduk suatu negara. Bisa saja terjadi, sekelompok kecil penduduk suatu negara menerima lebih dari 80% total pendapatan negara, dan sebagian besar lainnya berebut mengais sisa-sisa pembangunan. Pendapatan perkapita yang tinggi tidak secara aksiomatis menjamin kemakmuran bagi seluruh penduduk negara. Oleh karena itu dibutuhkan perangkat pengukuran lain untuk melihat seberapa jauh tingkat pemerataan kemakmuran dalam suatu negara. Pembagian hasil pembanguna dikatakan merata apabila 20% penduduk negara terkaya mendapatkan kurang dari 40% total pendapatan nasional, sedangkan kemamuran suatu negara dikatakan tidak merata apabila 20% terkaya mendapatkan lebih dari 80% total pendapatan nasional. Indonesia dalam ukuran ini tentu saja dapat dikategorika sebagai negara dengan teingkat pemerataan kemakmuran yang rendah.

Teori modernisasi

Setelah melihat secara singkat definisi pembangunan, mari kita lihat beberapa teori pembangunan yang berusaha menjelaskan persoalan keterbelakangan yang dialami Dunia Ketiga—tentu saja hanya sekilas lalu. Secara garis besar, terdapat dua macam teori yang berbeda dalam usahanya menjawab pertanyaan ini. Kelompok teori yang pertama adalah teori modernisasi, sedangkan yang kedua bisa disebut sebagai teori struktural. Kelompok teori modernisasi pada umumnya mengatakan bahwa masalah internal Dunia Ketiga adalah keterbelakannya, sedangkan teori ketergantungan beranggapan bahwa keterbelakangan negara Dunia Ketiga disebabkan oleh faktor-faktor eksternal. Pada bagian ini saya ingin memperkenalkan tiga teori utama modernisasi dari Roy Harrod, Max Weber, dan W.W. Rostow.

Kesimpulan Roy Harrod mengenai penyebab keterbelakangan Dunia Ketiga adalah kesimpulan yang sangat mendominasi para teoritisi pembangunan kelompok modenisasi. Teori ini masih sangat berpengaruh sampai sekarang meskipun sudah mengalami perkembangan yang canggih. Roy Harrod mengatakan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi berbanding lurus dengan tingkat tingkat tabungan dan investasi. Masalah pembangunan dengan demikian adalah masalah penambahan investasi modal sehingga keterbelakangan adalah masalah kekurangan modal. Berdasarkan pada model ini, ahli pembangunan Dunia Ketiga beranggapan bahwa untuk memecahkan masalah keterbelakangan, pemerintah dalam negri harus mencari modal, baik dari dalam maupun luar negri, untuk membiayai pembangunan.

Max Weber berpendapat lain. Dia mengatakan bahwa keberhasilan suatu pembangunan tidak ditentukan oleh faktor-faktor murni ekonomi melainkan faktor nilai-nilai budaya tempat pembangunan tersebut berlangsung. Dengan asumsinya ini, Weber kemudian membuat suatu rumusan pembangunan yang secara empiris sukses di Amerika Serikat dan Eropa. Tingginya tingkat keberhasilan pembangunan di Eropa dan Amerika Serikat ini dituliskan Weber dalam bukunya yang sangat terkenal The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism. Seperti tercermin dalam judul bukunya, Weber mengatakan bahwa kunci keberhasilan pembangunan di Eropa dan Amerika Serikat adalah apa yang disebutnya sebagai etika protestan. Etika ini bersumber pada keyakinan agama protestan yang mengatakan bahwa takdir seseorang—baik di dunia maupun di akhirat—sudah ditentukan sebelum dia lahir ke dunia. Tetapi takdir tersebut tentu saja dirahasiakan oleh Tuhan dari pengetahuan manusia sehingga memunculkan mekanisme kecemasan. Manusia dengan etika Protestan adalah manusia yang selalu berusaha mengatasi kecemasan itu dan jalan untuk mengatasinya telah disediakan. Dalam etika ini, cermin nasib manusia di akhirat adalah nasibnya di dunia. Kesuksesan di dunia berarti keselamatan di akhirat sehingga manusia dengan etika Protestan akan selalu bekerja keras untuk keselamatan di akhirat. Mereka bekerja tanpa pamrih yang artinya mereka bekerja bukan untuk mencari kekayaan material melainkan pengatasan atas situasi cemas. Inilah yang kemudian menjadi faktor kemunculan dan keberhasilan kapitalisme di Eropa dan Amerika Serikat. Negara-negara Dunia Ketiga dalam pandangan tradisi Webberian ini tidak memiliki atau tidak mengembangkan semangat-semangat yang sama. Untuk dapat mencapai keberhasilan seperti di Eropa dan Amerika Serikat, negara Dunia Ketiga harus menemukan semangat sejenis dalam kebudayaan mereka. Jepang menjadi negara yang berhasil pembangunan materialnya karena mempunyai agama atau mungkin etika Tokugawa yang mirip dengan etika Protestan.

Teori ketiga dalam tradisi modernisasi adalah teori Lima Tahap Pembangunan dari W.W. Rostow. Teori ini mencapai puncak kejayaannya pada tahun 1960-1970an, bahkan mantan Presiden Soeharto pernah mengundangnya untuk ikut merumuskan model pembangunan di Indonesia. Menurut Rostow, perkembangan sejarah manusia terbagi menjadi lima tahap yaitu, masyarakat tradisional, pra-lepas landas, lepas landas, masyarakat dewasa, dan yang terakhir konsumsi masal yang tinggi.

a. Masyarakat Tradisional. Masyarakat jenis ini adalah masyarakat dengan sedikit ilmu pengetahuan sehingga mereka masih dikuasai oleh kepercayaan-kepercayaan tentang kekuatan di luar manusia. Manusia tradisional adalah masyarakat yang dikuasai oleh alam sehingga tingkat produktivitas masih sangat terbatas. Produksi hanya dipakai untuk konsumsi dan tidak ada investasi.
b. Pra-Lepas Landas. Perkembangan dari masyarakat tradisional ke pra-lepas landas terjadi karena camp[ur tangan pihak luar. Perubahan-perubahan ini tidak terjadi karena faktor-faktor internal dalam masyarakat tersebut. Masyarakat tradisional adalah manusia –manusia ‘biasa’ yang menunggu sang Messiah yang akan menyelamatkan mereka. Dan sang Messiah tersebut adalah pihak luar yang datang membawa modal. Kedatangan pihak luar ini menggoncangkan sistem masyarakat tradisional secara keseluruhan sehingga memunculkan stimulan untuk perubahan. Investasi sudah mulai dilakukan dan peningkatan produksi mulai terjadi.
c. Lepas landas. Periode lepas landas merupakan periode di mana hambatan-hambatan pembangunan sudah tersingkirkan. Pendapatan nasional juga mulai meningkat dan perkembangan industri pun maju dengan pesat. Dalam bidang pertanian, hasil-hasil pertanian mulai ditujukan untuk mencari keuntungan, bukan sekedar untuk konsumsi pribadi.
d. Bergerak ke kedewasaan. Pada periode ini, negara dengan tingkat kedewasaan menjadi negara dengan posisi yang kuat dalam perdagangan internasional. Barang-barang yang pada mulanya diimpor sekarang telah diproduksi sendiri, dan impor baru menjadi kebutuhan. Sementara itu, neraca perdagangan telah seimbang karena ekspor menjadi meningkat.
e. Konsumsi tinggi. Masyarakat konsumsi tinggi ditandai dengan peningkatan kebutuhan tidak hanya kebutuhan pokok. Investasi untuk meningkatkan produksi sudah tidak lagi menjadi prioritas utama. Masyarakat ini mempunyai kewajiban etis untuk menolong masyarakat tradisional lepas dari ketradisionalan mereka.

Teori struktural

Teori modernisasi mempunyai satu kesamaan di antara mereka yaitu bahwa keterbelakangan yang di alami Dunia ketiga terjadi karena mereka memang terbelakang. Berbeda dengan teori modernisasi, teori struktural mengatakan bahwa Dunia Ketiga menjadi terbelakang karena struktur eksternal. Dalam bidang pembangunan, teori ini dipelopori oleh Raul Prebisch yang membantah asumsi dasar teori Pembagian Kerja Internasional. Prebisch menunjukkan bahwa nilai tukar komoditi pertanian terhadao komoditi barang industri tidaklah seimbang. Barang-barang ternyata mempunyai nilai tukar yang lebih besar dibanding barang-barang pertanian. Ada tiga sebab mengapa hal ini bisa terjadi;
a. Permintaan untuk barang-barang pertanian tidaklah elastis. Pendapatan yang meningkat menyebabkan prosentase konsumsi makanan terhadap pendapatan justru menurun. Artinya, pendapatan yang naik tidak akan menaikkan konsumsi untuk makanan, tetapi justru menaikkan konsumsi barang-barang industri. Akibatnya, anggaran negara pertanian yang digunakan untuk mengimpor barang-barang industri dari negara pusat akan semakin meningkat, sedangkan pendapatan dari ekspor barang hasil pertanian tetap.
b. Negara-negara industrial sering memproteksi hasil pertanian mereka sehingga sulit bagi negara pertanian untuk mendapatkan pasar.
c. Kebutuhan bahan mentah bisa dikurangi oleh negara industrial karena perkembangan teknologi memungkinkan mereka untuk menggunakan bahan sintesis sebagai bahan dasar.

Faktor-faktor ini mengakibatkan ketimpangan kemakmuran antara negara industrial dan negara pertanian. Prebisch menyimpulkan bahwa negara pertanian harus menjadi negara industri. Industrialisasi ini dimulai dengan industri subtitusi impor. Barang-barang yang tadinya diimpor, harus bisa diproduksi sendiri. Industri-industri baru ini harus mendapatkan proteksi dari pemerintah sampai mereka cukup kuat untuk bersaing dengan industri negara maju.
Teori struktural kedua yang sangat besar pengaruhnya adalah teori Ketergantungan dari Andre Gunder Frank dan Dos Santos. Berbeda dengan Prebisch yang menekankan faktor ekonomi, Frank menekankan faktor politis yang menyebabkan Dunia Ketiga menjadi terbelakang. Frank membagi negara-negara dunia menjadi dua bagian, core state dan pheripheral state. Kaum borjuasi di negara pusat bekerja sama dengan pemerintah dan borjuasi lokal. Sebagai akibat dari kerjasama antara modal asing dengan pemerintah ini, muncullah kebijakan-kebijakan yang menguntungkan borjuasi lokal yang dominan, sedangkan rakyat banyak terlupakan. Dalam keadaan seperti ini, menggalakkkan pembangunan dengan memperkuat borjuasi lokal jelas merupakan usaha yang sia-sia karena, kaum ini sangat bergantung dari adanya modal asing. Akumulasi modal dari keuntungan akan diserap oleh pemodal asing sehingga trickle down effect yang diharapkan tidak akan terjadi. Hubungan ini menjadi dilematis melihat kenyataan bahwa industrialisasi di negara-negara pinggiran tidak akan terjadi tanpa kerja sama dengan modal asing. Mengapa?
a. Pertumbuhan ekonomi suatu negara pinggiran secara makro akan lebh mudah didapatkan jika negara tersebut bekerja sama dengan modal asing.
b. Modal asing yang datang dari negara maju membantu mereka mendapatkan pasar sedangkan kalau hubungan ini diputus, maka negara pinggiran dan borjuasi lokalnya harus bekerja keras mendapatkan pasar dan melawan barang-barang industri raksasa dari negara pusat.
c. Industrialisasi ini membutuhkan teknologi yang canggih. Barang-barang modal seperti mesin yang dibutuhkan untuk industrialisasi sering tidak dijual sebagai komoditi melainkan disewakan. Barang ini pun tidak bisa diproduksi sendiri karena sudah dipatenkan. Kalau pun barang ini diperjual belikan, pemerintah negara pinggiran membutuhkan valuta asing untuk membelinya sementara valuta asing ini semakin sulit didapatkan karena penurunan nilai tukar barang pertanian terhadap barang industri seperti yang dijelaskan Prebisch. Hal ini semakin menyebabkan membengkaknya biaya produksi sementara keuntungan terus diserap oleh negara-negara maju.

Evaluasi pembangunan (di) Indonesia

Suatu teori selain mempunyai kekuatan untuk menjelaskan suatu peristiwa juga punya kekuatan untuk menggerakkan. Suatu pilihan terhadap teori juga merupakan suatu pilihan terhadap tindakan. Seperti yang nampak pada anekdot di atas, Indonesia nampaknya lebih memilih menggunakan teori modernisasi. Indonesia selalu dijelaskan melalui ketiadaan, ketiadaan modal, ketiadaan pendidikan, ketiadaan kemakmuran, dan seterusnya.

Saya berpendapat bahwa pilihan ini terjadi sebagai manifestasi jejak-jejak kolonial. Kolonialisme bermula dari suatu studi tentang ketimuran (orientalisme) oleh Barat. Tersimpul dalam studi itu, orang Timur adalah kumpulan orang-orang tdak beradab dengan logika yang tidak lurus, orang-orang dengan kekejaman yang tidak mengenal hak asasi manusia, sehingga dengan demikian mereka perlu untuk diperadabkan. Misi kolonialisme seperti dikatakan oleh Ernest Renan adalah misi pemberadaban yang membawa berkah bagi ras-ras rendahan. Struktur seperti ini juga nampak dalam teori-teori pembangunan pasca kolonial. Bangsa yang pada mulanya dianggap tidak beradab sekarang diperlakukan sebagai bangsa yang miskin sehingga perlu dimakmurkan. Tetapi sebagaimana hubungan kolonial yang memunculkan distorsi, pembangunan sebagai medium pertemuan negara maju dan negara terbelakang juga memunculkan distorsi. Pengetahuan nampaknya lebih merupakan alat kuasa dari pada alat penjelasan. Maksuknya intervensi negara maju dengan modalnya terhadap negara terbelakang dilegitimasi oleh teori pembangunan.

Pada masa Orde Baru, kuasa pengetahuan ini nampak dengan tingkat kejelasan yang paling klimaks. Soeharto sebagai orang yang berkuasa pada saat itu mengundang ahli-ahli pembangunan dan ahli politik seperti Rostow dan Huntington. Hasilnya adalah model pembangunan jangka panjang dan pendek dengan jargon pemerataan, pertumbuhan, dan stabilitas. Soeharto juga mengirim orang-orang kepercayaannya untuk belajar di Universitas Berkeley yang kemudian menjadi mentri-mentri utamanya dan terkenal dengan sebutan mafia Berkeley.

Aplikasi teori Rostow mengenai perkembangan masyarakat nampak jelas dalam model pembangunan Soeharto. Yang pertama, dia membuat Undang-Undang Penanaman Modal Asing untuk membuka Messiahisme dari negara maju. Dengan terbukanya Indonesia terhadap modal asing ini, muncullah kemudian perusahaan-perusahaan multi nasional yang beroperasi di sejumlah daerah. Soeharto juga membuka utang terhadap organisasi-organisasi donatur dunia. Utang ini kemudian diberikan kepada pengusaha-pengusaha China yang dianggap lebih modern dibanding borjuis lokal yang masih tradisional dan feodal. Ini adalah wujud kepercayaan Soeharto terhadap efektifitas pengusaha China dan juga kepercayaan Soeharto akan munculnya trickle down effect setelah pengusaha China tersebut cukup kuat. Distosi ini mulai terjadi ketika meknisme trickle down effect tidak terjadi, mucl perlawanan dari daerah terhadap pusat sehingga demokratisasi sebagai dampak kemakmuran tidak muncul. Stabilitas yang menjadi prioritas akhir kemudian menjadi prioritas utama dengan dwi fungsi ABRI sebagai alat untuk menegaskan tujuan tersebut.

Tahun 1998 telah membangunkan orang Indonesia dari tidur dogmatisnya setelah di nina bobokkan oleh teori-teori modernisasi. Tetapi kuasa pengetahuan selalu menemukan jalannya untuk tetap berkuasa. Saya sekarang harus mencurigai kata-kata yang begitu wah seperti good governance, pemberantasan korupsi, demokratisasi, civil society dan istilah-istilah lain sejenis. Akankah munculnya istilah ini menandai babak baru kuasa pengetahuan yang meniadakan

Teori Pembangunan Dunia Ketiga

Teori Pembangunan Dunia Ketiga adalah teori-teori pembangunan yang berusaha menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh negara-negara miskin atau negara yang sedang berkembang dalam dunia yang didominasi oleh kekuatan ekonomi, ilmu pengetahuan dan kekuatan militer negara-negara adikuasa atau negara industri maju.
Persoalan-persoalan yang dimaksud yakni bagaimana mempertahankan hidup atau meletakkan dasar-dasar ekonominya agar dapat bersaing di pasar internasional.
Untuk mengukur pembangunan atau pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat dilihat dari:
1.Kekayaan rata-rata yakni produktifitas masyarakat atau produktifitas negara tersebut melalui produk nasional bruto dan produk domestic bruto.
2.Pemerataan: tidak saja kekayaan atau produktifitas bangsa yang dilihat, tetapi juga pemerataan kekayaan dimana tidak terjadi ketimpangan yang besar antara pendapatan golongan termiskin, menengah dan golongan terkaya. Bangsa yang berhasil dalam pembangunan adalah bangsa yang tinggi produktifitasnya serta penduduknya relatif makmur dan sejahtera secara merata.
3.Kualitas kehidupan dengan tolok ukur PQLI (Physical Quality of Life Index) yakni: rata-rata harapan hidup sesudah umur satu tahun, rata-rata jumlah kematian bayi, dan rata-rata presentasi buta dan melek huruf.
4.Kerusakan lingkungan.
5.Kejadian sosial dan kesinambungan.
Teori Modernisasi: Pembangunan sebagai masalah internal.
Teori ini menjelaskan bahwa kemiskinan lebih disebabkan oleh faktor internal atau faktor-faktor yang terdapat di dalam negara yang bersangkutan.
Ada banyak variasi dan teori yang tergabung dalam kelompok teori ini antara lain adalah:
1.Teori yang menekankan bahwa pembangunan hanya merupakan masalah penyediaan modal dan investasi. Teori ini biasanya dikembangkan oleh para ekonom. Pelopor teori antara lain Roy Harrod dan Evsay Domar yang secara terpisah berkarya namun menghasilkan kesimpulan sama yakni: pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh tingginya tabungan dan investasi.
2.Teori yang menekankan aspek psikologi individu. Tokohnya adalah McClelaw dengan konsepnya The Need For Achievment dengan symbol n. ach, yakni kebutuhan atau dorongan berprestasi, dimana mendorong proses pembangunan berarti membentuk manusia wiraswasta dengan n.ach yang tinggi. Cara pembentukanya melalui pendidikan individu ketika seseorang masih kanak-kanak di lingkungan keluarga.
3.Teori yang menekankan nilai-nilai budaya mempersoalkan masalah manusia yang dibentuk oleh nilai-nilai budaya di sekitarnya, khususnya nilai-nilai agama. Satu masalah pembangunan bagi Max Weber (tokoh teori ini) adalah tentang peranan agaman sebagai faktor penyebab munculnya kapitalisme di Eropa barat dan Amerika Serikat. Bagi Weber penyebab utama dari semua itu adalah etika protestan yang dikembangkan oleh Calvin.
4.Teori yang menekankan adanya lembaga-lembaga sosial dan politik yang mendukung proses pembangunan sebelum lepas landas dimulai. Bagi W.W Rostow, pembangunan merupakan proses yang bergerak dalam sebuah garis lurus dari masyarakat terbelakang ke masyarakat niaga. Tahap-tahapanya adalah sbb:
a.Masarakat tradisional=belum banyak menguasai ilmu pengetahuan.
b.Pra-kondisi untuk lepas landas= masyarakat tradisional terus bergerak walaupun sangat lambat dan pada suatu titik akan mencapai posisi pra-kondisi untuk lepas landas.
c.Lepas landas : ditandai dengan tersingkirnya hambatan-hambatan yang menghalangi proses pertumbuhan ekonomi.
d.Jaman konsumsi massal yang tinggi. Pada titik ini pembangunan merupakan proses berkesinambungan yang bisa menopang kemajuan secara terus-menerus.
5.Teori yang menekankan lembaga sosial dan politik yang mendukung proses pembangunan. Tokohnya Bert E Hoselitz yang membahas faktor-faktor non-ekonomi yang ditinggalkan oleh W.W Rostow. Hoselitz menekankan lembaga-lembaga kongkrit. Baginya, lembaga-lembaga politik dan sosial ini diperlukan untuk menghimpun modal yang besar, serta memasok tenaga teknis, tenaga swasta dan tenaga teknologi.
6.Teori ini menekankan lingkungan material. Dalam hal ini lingkungan pekerjaan sebagai salah satu cara terbaik untuk membentuk manusia modern yang bisa membangun. Tokohnya adalah Alex Inkeler dan David H. Smith.
Teori ketergantungan.
Teori ini pada mulanya adalah teori struktural yang menelaah jawaban yang diberikan oleh teori modernisasi.
Teori struktural berpendapat bahwa kemiskinan yang terjadi di negara dunia ketiga yang mengkhusukan diri pada produksi pertanian adalah akibat dari struktur pertanian adalah akibat dari struktur perekonomian dunia yang eksploitatif dimana yang kuat mengeksploitasi yang lemah.
Teori ini berpangkal pada filsafat materialisme yang dikembangkan Karl Marx. Salah satu kelompok teori yang tergolong teori struktiral ini adalah teori ketergantungan yang lahir dari 2 induk, yakni seorang ahli pemikiran liberal Raul Prebiesch dan teori-teori Marx tentang imperialisme dan kolonialisme serta seorang pemikir marxis yang merevisi pandangan marxis tentang cara produksi Asia yaitu, Paul Baran.
1.Raul Prebisch : industri substitusi import. Menurutnya negara-negara terbelakang harus melakukan industrialisasi yang dimulai dari industri substitusi impor.
2.Perdebatan tentang imperialisme dan kolonialisme. Hal ini muncul untuk menjawab pertanyaan tentang alasan apa bangsa-bangsa Eropa melakukan ekspansi dan menguasai negara-negara lain secara politisi dan ekonomis. Ada tiga teori:
a.Teori God:adanya misi menyebarkan agama.
b.Teori Glory:kehausan akan kekuasaan dan kebesaran.
c.Teori Gospel:motivasi demi keuntungan ekonomi.
3.Paul Baran: sentuhan yang mematikan dan kretinisme. Baginya perkembangan kapitalisme di negara-negara pinggiran beda dengan kapitalisme di negara-negara pusat. Di negara pinggiran, system kapitalisme seperti terkena penyakit kretinisme yang membuat orang tetap kerdil.
Ada 2 tokoh yang membahas dan menjabarkan pemikirannya sebagai kelanjutan dari tokoh-tokoh di atas, yakni:
1.Andre Guner Frank : pembangunan keterbelakangan. Bagi Frank keterbelakangan hanya dapat diatasi dengan revolusi, yakni revolusi yang melahirkan sistem sosialis.
2.Theotonia De Santos : Membantah Frank. Menurutnya ada 3 bentuk ketergantungan, yakni :
a.Ketergantungan Kolonial: hubungan antar penjajah dan penduduk setempat bersifat eksploitatif.
b.Ketergantungan Finansial- Industri: pengendalian dilakukan melalui kekuasaan ekonomi dalam bentuk kekuasaan financial-industri.
c.Ketergantungan Teknologis-Industrial: penguasaan terhadap surplus industri dilakukan melalui monopoli teknologi industri.
Ada 6 inti pembahasan teori ketergantungan:
1.Pendekatan keseluruhan melalui pendekatan kasus.
Gejala ketergantungan dianalisis dengan pendekatan keseluruhan yang memberi tekanan pada sisitem dunia. Ketergantungan adalah akibat proses kapitalisme global, dimana negara pinggiran hanya sebagai pelengkap. Keseluruhan dinamika dan mekanisme kapitalis dunia menjadi perhatian pendekatan ini.
2.Pakar eksternal melawan internal.
Para pengikut teori ketergantungan tidak sependapat dalam penekanan terhadap dua faktor ini, ada yang beranggapan bahwa faktor eksternal lebih ditekankan, seperti Frank Des Santos. Sebaliknya ada yang menekan factor internal yang mempengaruhi/ menyebabkan ketergantungan, seperti Cordosa dan Faletto.
3.Analisis ekonomi melawan analisi sosiopolitik
Raul Plebiech memulainya dengan memakai analisis ekonomi dan penyelesaian yang ditawarkanya juga bersifat ekonomi. AG Frank seorang ekonom, dalam analisisnya memakai disiplin ilmu sosial lainya, terutama sosiologi dan politik. Dengan demikian teori ketergantungan dimulai sebagai masalah ekonomi kemudian berkembang menjadi analisis sosial politik dimana analisis ekonomi hanya merupakan bagian dan pendekatan yang multi dan interdisipliner analisis sosiopolitik menekankan analisa kelas, kelompok sosial dan peran pemerintah di negara pinggiran.
4.Kontradiksi sektoral/regional melawan kontradiksi kelas.
Salah satu kelompok penganut ketergantungan sangat menekankan analisis tentang hubungan negara-negara pusat dengan pinggiran ini merupakan analisis yang memakai kontradiksi regional. Tokohnya adalah AG Frank. Sedangkan kelompok lainya menekankan analisis klas, seperti Cardoso.
5.Keterbelakangan melawan pembangunan.
Teori ketergantungan sering disamakan dengan teori tentang keterbelakangan dunia ketiga. Seperti dinyatakan oleh Frank. Para pemikir teori ketergantungan yang lain seperti Dos Santos, Cardoso, Evans menyatakan bahwa ketergantungan dan pembangunan bisa berjalan seiring. Yang perlu dijelaskan adalah sebab, sifat dan keterbatasan dari pembangunan yang terjadi dalam konteks ketergantungan.
6.Voluntarisme melawan determinisme
Penganut marxis klasik melihat perkembangan sejarah sebagai suatu yang deterministic. Masyarakat akan berkembang sesuai tahapan dari feodalisme ke kapitalisme dan akan kepada sosialisme. Penganut Neo Marxis seperti Frank kemudian mengubahnya melalui teori ketergantungan. Menurutnya kapitalisme negara-negara pusat berbeda dengan kapitalisme negara pinggiran. Kapitalisme negara pinggiran adalah keterbelakangan karena itu perlu di ubah menjadi negara sosialis melalui sebuah revolusi. Dalam hal ini Frank adalah penganut teori voluntaristik. [C 2002)
Data teori rostofarian
Adalah Walt Whitman Rostow, orang yang memperkenalkan teori pertumbuhan ekonomi tahapan linear. Tahapan pertumbuhan ini dikenal sebagai model pembangunan lepas landas Rostow (rostovian take-off model). Mengacu pada teori ini, perubahan dari kondisi terbelakang (underdeveloped) menjadi maju (developed) dapat dicapai oleh semua negara dengan melalui lima tahapan Sebelum suatu negara berkembang menjadi negara maju, harus dilalui suatu tahap yang disebut tahap tinggal landas (take off). Teori ini menyarankan agar negara-negara sedang berkembang (developing country) tinggal mengikuti saja seperangkat aturan pembangunan tertentu untuk tinggal landas, sehingga pada gilirannya akan berkembang menjadi negara maju (julissarwritting.blogspot.com).
Kelima tahapan tersebut yaitu masyarakat tradisional, pra-kondisi untuk lepas landas, lepas landas, menuju kedewasaan, dan zaman konsumsi massa tinggi. Kelima tahap pertumbuhan tersebut berlangsung secara linear. Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi pembangunan yaitu investasi, konsumsi dan tren sosial dalam tingkatan masing-masing.
Tahapan Masyarakat Tradisional
Adalah masyarakat yang memiliki struktur yang berkembang terbatas pada fungsi-fungsi produksi. Berbasis pada pengetahuan dan teknologi pre-newtonian yang percaya bahwa dunia eksternal hanya tunduk pada hukum yang dapat dipelajari. Bahwa produktivitas manusia tergantung pada tersedianya barang-barang produksi bukan pada kemampuan akal atau kecerdikan manusia.
Meskipun konsepsi tentang masyarakat tradisional selalu berubah, namun ada beberapa fakta sentral tentang masyarakat tradisional. Pertama, tingkat kemampuan output per individu terbatas. Keterbatasan itu disebabkan oleh tidak tersedianya teknologi modern untuk mengolah potensi yang ada. Kalaupun tersedia, teknologi modern tersebut tidak diterapkan secara tepat dan sistematis.
Kedua, kondisi masyarakat cenderung kurang stabil. Misalnya luas daerah dan volume perdagangan berfluktuasi seiring dengan tingkat pergolakan sosial politik. Berbagai kegiatan pertanian dan manufaktur berkembang tetapi tingkat produktivitasnya terbatasi oleh tidak tersedianya pengetahuan dan skill penguasaan teknologi modern.
Ketiga, memusatkan perhatian pada pengembangan sektor pertanian. Pemusatan tersebut berakar pada produktivitas mereka yang terbatas. Corak masyarakat tradisional yang agraris ini memunculkan struktur social yang bersifat hierarkis. Hubungan keluarga dan klan memaikan peranan besar dalam organisasi sosial.
Keempat, corak kepemimpinan masih bersifat feodalistik. Pusat kekuatan politik umumnya dibawah kendali para tuan tanah. Untuk mengontrol dan mengendalikan kekuasaan, mereka memiliki pegawai atau antek-antek yang patuh.
Tahapan Pra-Kondisi untuk Lepas Landas 
Setelah tahapan tradisional, selanjutnya masyarakat memasuki tahap pra kondisi untuk lepas landas, atau masa transisi. Selama proses ini berlangsung masyarakat mengalami transformasi melalui berbagai cara yang diperlukan masyarakat untuk memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Tahapan prakondisi lepas landas mulanya berkembang di Eropa Barat pada awal abad 18. Ketika itu wawasan ilmu pengetahuan modern mulai digunakaan dalam fungsi-fungsi produksi baru di sektor pertanian dan industri. Didukung dengan situasi yang dinamis akibat adanya ekspansi mendatar pasaran dunia dan persaingan internasional. Namun apa yang terjadi pada masa abad pertengahan turut andil dalam pembentukan prasyarat untuk lepas landas di Eropa Barat. 
Inggris, sebagai salah satu negara di Eropa Barat, adalah negara pertama yang secara penuh telah membangun prasyarat untuk lepas landas. Hal ini bisa terjadi karena Inggris memiliki beberapa kelebihan antara lain keadaan geografis yang menguntungkan, sumber daya alam, peluang perdagangan, struktur sosial dan politik yang lebih baik dibanding negara tetangganya.
Selain faktor internal, perubahan pada tahap kedua ini juga disebabkan oleh adanya pengaruh dari luar, masyarakat yang lebih maju. Bentuk invasi atau penjajahan yang dilakukan bangsa Eropa terhadap negara dunia ketiga, yang hampir semuanya masyarakat tradisional, telah memacu keruntuhan tradisionalitas itu sendiri. Invasi-invasi bangsa Eropa juga memasukkan dan menggerakkan nilai modernitas di masyarakat tradisional. Bukan saja karena modernitas menjanjikan kemajuan ekonomi, tetapi justru dengan kemajuan ekonomilah beberapa tujuan lainnya bisa dicapai.
Pada tahap ini ditandai dengan diterimanya pendidikan sekuler yang mengajarkan tentang perpindahan modal, khususnya melalui pendirian bank dan mata uang. Munculnya kalangan wirausahawan dengan motode-metode produksi yang baru (en.wikipedia.org).
Tahapan Lepas Landas
Masa lepas landas terjadi ketika pertumbuhan sektor menjadi suatu yang wajar dan masyarakat digerakkan lebih banyak oleh proses ekonomi daripada tradisi. Pada level ini norma pertumbuhan ekonomi terbangun dengan baik. 
Di negara-negara kaya, terutama yang penduduk utamanya berasal dari Inggris seperti Amerika Serikat, Kanada, stimulus utama menuju lepas landas adalah teknologi. dalam kasus umum, tahap lepas landas tidak hanya menunggu terbentuknya modal eksploitasi sosial dan perkembangan teknologi di sektor industri dan pertanian, tetapi juga menunggu kemunculan kekuasaan politik dari suatu kelompok.
Selama tahap lepas landas, industri berkembang dengan pesat, banyak industri baru bermunculan. Pada gilirannya merangsang kebutuhan atas layanan jasa yang mendukung para pekerja industri. Pesatnya industri di masa ini memberikan peningkatan pendapatan para pekerja. Tabungan mereka gunakan untuk terlibat dalam kegiatan sektor modern. Dari sini muncul kelas baru pengusaha.
Setelah tahap lepas landas, suatu negara membutuhkan waktu 50 – 100 tahun untuk mencapai tahap kedewasaan.
Menuju Kedewasaan
Sekurangnya dibutuhkan waktu 40 tahun setelah lepas landas, level kedewasaan ekonomi suatu negara dapat tercapai. Fokus perekonomian kini bergeser dari industri dan teknologi menuju proses perluasan yang lebih baik dan secara teknologi seringkali lebih kompleks. Tahap kedewasaan merujuk pada kebutuhan ekonomi untuk melakukan difersifikasi. Ini adalah tahapan di mana suatu perekonomian menunjukkan kapasitas teknologi maupun manajerial untuk memproduksi bukan segalanya, melainkan apa saja yang dikehendaki untuk diproduksi.
Difersifikasi ini pada akhirnya mengurangi tingkat kemiskinan dan meningkatkan standar hidup, seperti misalnya masyarakat tidak perlu lagi mengorbankan kenyamanannya untuk menguatkan sektor tertentu. 
Zaman Konsumsi Massa Tinggi
Zaman konsumsi massa tinggi merupakan periode yang kini dialami oleh banyak warga Negara Barat di mana konsumen cenderung pada barang konsumsi yang tahan lama. Pada tahap sebelumnya, terjadi dua hal penting yaitu pendapatan riil per kapita naik pada titik dimana sebagian besar masyarakat memiliki tingkat konsumsi yang melebihi kebutuhan dasar.
Sebagai kelanjutan dari tahap kedewasaan ekonomi, masyarakat tak lagi berhasrat besar melakukan ekspansi ekonomi. Masyarakat cenderung menggunakan sumber daya yang bertambah untuk kesejahteraan dan tunjangan sosial. 
Setelah melewati zaman konsumsi tinggi, perilaku masyarakat bergeser pada perilaku menikmati hasil-hasil pembangunan. Rostow menggunakan dinamika Buddenbrooks sebagai metafor untuk menjelaskan perubahan sikap masyarakat. Masyarakat pasca-konsumsi layaknya cerita dalam Buddenbrooks, novel karya Thomas Mann yang bercerita tentang sebuah keluarga tiga generasi. Generasi pertama memiliki minat pada pengembangan ekonomi, generasi kedua fokus pada penguatan sektor ekonomi dalam struktur sosial. Sementara generasi ketiga lebih condong pada penggunaan uang dan kebutuhan prestise melalui dunia seni dan musik.
Teori Dinamika Produksi
Tahapan pembangunan tidak hanya deskriptif, tidak pula hanya suatu cara untuk menggeneralisir beberapa pengamatan faktual tentang urutan pertumbuhan masyarakat. Tahapan pembangunan memiliki logika tersendiri yang berkesinambungan. Tahapan tersebut mempunyai kerangka analitik yang berakar pada teori dinamika produksi.
Teori klasik pembangunan dirumuskan berdasarkan asumsi dasar yang statis yang membatasi atau hanya mengijinkan variabel yang paling relevan dengan proses pertumbuhan ekonomi. Sebagaimana upaya ahli ekonomi modern untuk menggabungkan teori produksi klasik dengan analisis pendapatan Keynessian, mereka mengenalkan variabel dinamis seperti populasi, teknologi, kewirausahaan dan lain lain. Tetapi mereka cenderung terlalu kaku dan umum sehingga model yang mereka tawarkan tidak dapat menarik fenomena penting dari pertumbuhan, justru terlihat seperti ahli sejarah ekonomi.
Kita butuh sebuah teori produksi dinamis yang mengisolasi tidak hanya distribusi pendapatan antara konsumsi, menabung dan investasi (dan keseimbangan produksi antara konsumer dan modal barang), tetapi juga yang secara langsung memfokuskan pada komposisi investasi dan pembangunan dalam sektor ekonomi tertentu.

Ekologi

Ekologi merupakan salah satu cabang biologi. Yaitu ilmu pengetahuan tentang hubungan antara organisme dan lingkungannya. Atau ilmu yang mempelajari pengaruh faktor lingkungan terhadap jasad hidup. Ada juga yang mengatakan bahwa ekologi adalah suatu ilmu yang mencoba mempelajari hubungan antara tumbuhan, binatang dan manusia dengan lingkungannya di mana mereka hidup, bagaimana kehidupannya dan mengapa mereka ada disitu. Ekologi berasal dari bahasa Yunani “oikos” (rumah atau tempat hidup) dan “logos” yang berarti ilmu. Secara harfiah ekologi adalah pengkajian hubungan organisme-organisme atau kelompok organisme terhadap lingkungannya. Ekologi hanya mempelajari apa yang ada dan apa yang terjadi di alam dengan tidak melakukan percobaan. Dalam ekologi dipelajari bagaimana makhluk hidup berinteraksi timbal balik dengan lingkungan hidupnya – baik yang bersifat hidup (biotik) maupun tak hidup (abiotik) – sedemikian rupa sehingga terbentuk suatu jaring-jaring sistem kehidupan pada berbagai tingkatan organisasi. Di dalam ekosistem, tumbuhan, hewan, dan mikro-organisme saling berinteraksi – melakukan transaksi materi dan energi – membentuk satu kesatuan sistem kehidupan.
Sebagai ilmu pengetahuan yang relatif baru, kelahiran ekologi manusia memang sangat “banyak berhutang” pada ekologi biologi sebagai “ilmu induk”nya. Secara epistemologis, kelahiran bidang ilmu ekologi manusia ditandai oleh proses panjang demistifikasi sejumlah statement of beliefs melalui serangkaian pembuktian empirik demi memahami dan mengkonseptualisasikan realitas keterhubungan antara sistem sosial (lebih tepatnya human system) dan sistem alam (non human system) di biosfer. Qualitative research approach yang dikembangkan para scholars di bidang ini sangat banyak menggunakan gagasan gagasan metaphoric yang di”pinjam” dari konsep-konsep biologi (misal: konsep organisme, kapasitas bertahan hidup, jaringan, kesetimbangan, dan sebagainya) serta sosiologi (misal: konsep konflik, ketimpangan, kooptasi, organisasi sosial dan sebagainya). Metaphoric analysis tersebut telah membuat ekologi manusia mampu menjelaskan gejala-gejala serta hubungan kausalitas yang berlangsung dalam sistem sosio ekologi secara meyakinkan dan absah.
Selain pendekatan kualitatif, riset-riset ekologi manusia kontemporer kini menempuh pula jalur kuantitatif positivistik dengan tools yang sangat rigid. perkembangan bidang ilmu ekologi manusia sesungguhnya telah menempuh perjalanan panjang dan berliku. Pada awalnya, ekologi manusia berkembang melalui antropologi budaya (ilmu yang mempelajari eksistensi komunitas asli yang membina kehidupan di suatu kawasan dengan ekosistem khas seperti hutan atau pesisir). Beberapa ilmuwan juga
menganggap ekologi manusia berkembang melalui jalur geografi budaya (studi tentang geografi masyarakat di berbagai kawasan dengan setting geografi spesifik). Pada taraf berikutnya, sosiologi lingkungan-yang merupakan perkembangan evolusioner bidang keilmuan ekologi manusia di aras sistem sosial-ikut memperkaya dan memperkukuh ekologi manusia sejak ilmu ini turut mengkaji isyu-isyu kehancuran alam dari perspektif konflik sosial dan bekerjanya mekanisme kelembagaan secara fungsional dalam tata hubungan manusia dan alam (Dunlap and Catton Jr, 1979).
Secara ontologis, konsep-konsep ekologi manusia yang digunakan selama ini sebenarnya memang telah dikenal luas dalam disiplin ekologi biologi. Konsep-konsep dasar seperti proses adaptasi dan maladaptasi ekologis untuk mengkaji sekelompok manusia atau komunitas lokal dalam bertahan hidup di suatu kawasan, menjadi gagasan dasar untuk menjelaskan perkembangan sistem sosial masyarakatberdasarkan interaksinya dengan alam. Konsep jejaring sosio ekologis digunakan untuk menjelaskan bentuk hubungan dibangun dalam rangka pengembangan human security system di suatu kawasan maupun pada relung kehidupan tertentu. Sementara itu bentuk-bentuk dinamika hubungan sosial ekologis seperti proses kompetisi, suksesi dan konflik atas sumber-sumber kehidupan atau sumberdaya alam yang menyertai manuver-manuver sekelompok orang dalam mempertahankan proses survival di suatu kawasan (habitat), sangat kentara “meminjam” konsep-konsep yang selama ini digunakan oleh baik disiplin ekologi biologi maupun sosiologi. Sementara itu penjelasan tentang bangun budaya yang terbentuk sebagai akibat interaksi berkelanjutan antara manusia dengan alam, menampakkan betapa kentalnya persenyawaan disiplin ekologi manusia dengan antropologi (cultural and ecological anthropology).
Dari telaah secara epistemologis dan ontologis itu, pada awalnya diyakini bahwa ekologi manusia hanyalah sebuah academic approach untuk memahami suatu gejala sosial di alam. Pertanyaannya, dapatkah kini ekologi manusia mempertahan dirinya sebagai bidang ilmu yang mandiri? Hingga taraf ini, memang (baru) dapat dikatakan bahwa ekologi manusia masih berada dalam fase mencari jati dirinya sebagai “scientific hybrid” yang hadir sebagai konsekuensi dari proses-proses amalgamasi intensif berbagai cabang ilmu-ilmu sosial dan biologi yang telah lebih dahulu lahir. Ekologi manusia sedang dalam proses memantapkan posisinya dalam dunia ilmu pengetahuan (Goldman and Schurman, 2000; Little, 2000). Perkembangan lebih lanjut memberikan bukti kuat bahwa sambil memantapkan diri ekologi manusia juga melakukan “metamorfosa” secara struktural menjadi sosiologi lingkungan dan mematangkan diri menjadi bidang baru: ekologi politik.
Secara axiologis, ekologi manusia diperkaya oleh munculnya fenomena risk society dalam sistem etika dan estetika peradaban modern. Sistem masyarakat berisiko terbentuk sebagai akibat penggunaan teknologi dan gaya hidup modern yang serba “short cut”, eksploitatif terhadap sumberdaya alam, serta serba instant tanpa mengindahkan dampaknya pada generasi mendatang. Munculnya sistem sosial modern yang unsustainable telah menumbuhkan dan menguatkan perhatian para scholars pada eco ethics beraliran etika ekosentrisme (sebagai pengganti aliran antroposentrisme ) bagi kehidupan sosial kemasyarakatan masa depan. Realitas ini dijelaskan dengan baik oleh para ahli sosiologi lingkungan yang memiliki perhatian besar terhadap persoalan ekologi manusia (lihat Buttel, 1987 dan Beck, 1992). Hingga titik ini, ekologi manusia telah menjadi ajang perseteruan akademik para penganut arus-arus utama pemikiran yang seringkali berseberangan satu sama lain. Fakta ini memberikan perkembangan yang menggembirakan karena secara keilmuan kini terdapat beragam pilihan kemungkinan jalan keluar atas suatu persoalan ekologis yang dihadapi oleh alam dan manusia.
Dengan menyadari betapa rumitnya ramifikasi dan ruang lingkup bidang kajian ekologi manusia, hal ini mendorong Micklin dan Poston (1998) untuk mengusulkan proses “metamorfosa” secara totalitas ranah keilmuan ekologi manusia menjadi “the sociology of human ecology”. Gagasan ini dipicu oleh keterlibatan mereka secara mendalam dalam studi-studi ekologi manusia klasik-statik yang melibatkan empat bidang utama (human ecological complex), yang kemudian dikenal sebagai kompleks ekologi POET (Population, Social Organization, Environment, and Technology). Beranjak dari kompleks sistem ekologi ini, Micklin dan Poston memandang perlunya analisis dinamik atas POET. Ada tiga klaster studi sosiologi penting yang kemudian berkembang dalam analisis dinamik sistem sosial ekologi manusia kontemporer, yaitu: people (tata kehidupan dan dinamika manusia dalam konteks biologis), society (tata kehidupan dan dinamika manusia dan alam yang dibangun via pemanfaatan organisasi sosial dan ilmu pengetahuan teknologi yang membentuk konfigurasi sosiobudaya) serta nature (tata lingkungan dan dinamika kawasan yang menjadi tempat hidup serta menjadi “supporting facilities” bagi manusia). Ketiga isyu tersebut menjadi fokus kajian ekologi manusia di akhir abad 20 hingga awal abad 21 saat ini. Sementara itu, dilatarbelakangi oleh dinamika sistem ekologi di kawasan dunia ketiga yang sangat kental diwarnai oleh persoalan struktur dan proses konflik yang kompleks, Escobar (1999) dan Bryant (1998) mendorong ekologi manusia untuk berkembang menjadi ekologi politik melalui inkorporasi disiplin politics, political economics, maupun development studies (terutama aliran radical development theories) ke dalam body of knowledgenya secara terintegrasi.

Konsep dan Asumsi-Asumsi Dasar
Sebagai sebuah bidangilmu, ekologi manusia berkembang dari keniscayaan adanya interaksi manusia (man and culture) dan alam (nature), yang sebenarnya telah berlangsung sejak sejarah mencatat eksistensi kehidupan di planet bumi ini. Bidang ilmu ekologi manusia dibutuhkan kehadirannya dalam dunia ilmu pengetahuan, dikarenakan kemampuannya dalam memberikan landasan teoretik dan konseptual yang berguna untuk memaknai dan memahami fenomena dan fakta hubungan interaksional manusia dan alam serta perubahan sosial dan ekologis (ecological change) yang terjadi di alam. Perubahan ekologis itu, terutama berkenaan dengan munculnya destabilitas ekosistem sejak terjadinya penurunan jumlah dan kualitas sumberdaya alam oleh karena meningkatnya jumlah populasi dan kualitas aktivitas manusia/masyarakat. Perubahan ekologis adalah dampak yang tidak dapat dielakkan dari interaksi manusia dan alam yang berlangsung dalam konteks pertukaran (exchange). Proses pertukaran itu sendiri melibatkan energi, materi dan informasi yang saling diberikan oleh kedua belah pihak (kedua sistem yang saling berinteraksi). Sistem alam dan sistem manusia saling memberikan energi, materi dan informasidalam jumlah dan bentuk yang berbeda satu sama lain (Gambar 1).

Gambar 1 di atas dapat diilustrasikan oleh contoh seperti ini, dalam kehidupan, manusia memerlukan ikan sebagai sumber pangan (protein hewani). Oleh karenanya telah sejak lama manusia memanfaatkan ekosistem laut sebagai penyedia energi dan materi pangan manusia. Untuk menangkap ikan, manusia mengembangkan berbagai macam cara dan peralatan (teknologi) penangkapan ikan (termasuk jaring). Praktek penangkapan ikan yang telah berlangsung berabad-abad memberikan pelajaran asli (indigenous knowledge) yang berguna bahwa, bentuk jaring ikan yang terlalu besar, berkilometer panjangnya, dan menganga terlalu lebar (drift nets semacam jaring trawl) akan membahayakan populasi keseluruhan jenis ikan. Karenanya bentuk jaring yang demikian selalu dihindari oleh nelayan. Alasannya, dengan bentuk jaring yang demikian itu segala macam ikan akan mudah terjebak dalam jaring dan tidak mungkin bertahan hidup di dalamnya. Padahal anak-anak ikan tidak diharapkan untuk ditangkap dan sepantasnya dibiarkan tetap hidup demi untuk menjaga kelangsungan populasi ikan di masa mendatang. Jika tidak, manusia sendirilah yang akan menuai kerugian berupa paceklik ikan di masa mendatang, sebagai akibat matinya semua bibit ikan. Pengetahuan ini merepresentasikan transfer of information dari sistem ekologi ke sistem sosial. Transfer informasi itu menghasilkan pengetahuan lokal (indigenous knowledge) yang berharga, dimana komunitas nelayan mengembangkan organisasi sosial penangkapan ikan berupa pengembangan norma aturan atau kelembagaan yang mengatur tata cara penangkapan ikan termasuk musim-musim yang diperbolehkan dalam menangkap ikan. Sistem kelembagaan seperti ini, di Kepulauan Maluku dikenal sebagai “sistem sasi” atau waktu dimana nelayan tidak diperkenankan melaut untuk memberikan kesempatan ikan berkembang biak dengan sempurna. Demikianlah sehingga interaksi pertukaran materi energ dan informasi antara sistem sosial dan sistem ekologi, menghasilkan reproduksi budaya (pengetahuan, norma, etika, dan nilai-nilai sosial) yang berguna bagi kelestarian kehidupan alam, selain proses produksi dan reproduksi materi itu sendiri. Dalam diskursus ekologi manusia kontemporer, keseluruhan mekanisme pertukaran energi dan materi yang menghasilkan pengetahuan yang penting bagi tegaknya kelestarian sumberdaya alam ini, dikenal sebagai kearifan lokal (local wisdom).
Namun, tidak selamanya proses pertukaran energi dan materi antara sistem sosial dan sistem ekologi berlangsung (dan menghasilkan pengetahuan) dalam suasana kearifan, sebagaimana mekanismenya digambarkan di atas. Pemenuhan kebutuhan hidup manusia yang terus meningkat telah mengantarkan manusia pada suatu fase, dimana manusia terdorong untuk mengembangkan tindakan-tindakan manipulatif berbentuk complex adaptive mechanism yang rumit namun eksploitatif di setiap aras ekosistem mikro-meso-makro di seluruh pelosok planet bumi.
Dari perspektif dinamika kependudukan, krisis ekologi bermula dari jumlah penduduk manusia di planet bumi yang terus meningkat secara signifikan (dua milyar jiwa di akhir abad 19 menjadi sekitar enam milyar jiwa di akhir abad 20). Ledakan populasi manusia itu menyebabkan interaksi manusia dan alam mengalami dinamika yang luar biasa. Dinamika itu menghasilkan perubahan status stabil ke status instabil sebuah ekosistem yang sangat cepat, dimana sebagai konsekuensinya alam mengalami tekanan ekologis yang luar biasa atas perubahan-perubahan tersebut. Destabilitas kesetimbangan ekosistem itu bisa dijelaskan oleh sifat hubungan interaksional antara manusia dan alam yang lebih banyak berada dalam mekanisme pertukaran yang timpang dibandingkan beberapa abad yang lalu manakala jumlah penduduk masih terbatas. Makin terbatasnya ruang kehidupan (Lebensraum) sebagai akibat tekanan penduduk, telah memaksa manusia untuk mengembangkan proses pemanenan energi dan materi yang semakin eksploitatif. Alam dipaksa untuk terus berkompromi terhadap kehadiran manusia yang semakin berlipat jumlahnya. Dua akibat yang pasti dari proses ini adalah: kehancuran lingkungan dan kemiskinan.
Dari perspektif developmentalisme, modernitas peradaban yang disongsong melalui strategi pertumbuhan telah menumbuhkan growth mania syndrome hampir di seluruh negara di dunia. Sindroma ini telah memaksa pemerintahan di setiap negara memacu pembangunan melalui eksploitasi sumberdaya alam secara besar-besaran dan habis-habisan tanpa mengindahkan usaha konservasi secara seimbang. Dalam hal ini alam dipandang sebagai energi pembangunan yang seolah memiliki kemampuan tak terbatas.
Dalam wacana ekologi manusia kontemporer, dikatakan bahwa bidang ilmu ini sangat kuat berkepentingan terhadap persoalan pemenuhan kebutuhan pangan sandang papan dan nafkah manusia, termasuk pemenuhan gizi dan kesehatan masyarakatnya, dimana ekologi manusia dipahami sebagai “human ecology is concerned with organizational aspects of human populations that arise from their sustenanceproducing activities”. Sementara itu, persoalan ekologi manusia kontemporer adalah juga berkutat pada persoalan bagaimana organisasi sumberdaya alam diformulasikanditeguhkan dan dikukuhkan melalui seperangkat norma nilai dan tata-aturan, sehingga ekologi manusia dipahami sebagai adalah “ilmu tentang organisasi sumberdaya alam”, terutama tanah, air dan udara. Dalam konteks ini, studi-studi agraria dan kelembagaan common pool resources (CPR) menjadi sangat relevan dengan bidang ilmu ekologi manusia
Bidang ilmu ekologi manusia memiliki peran yang makin penting untuk menganalisis beberapa isyu kritis perkembangan alam di planet bumi. Pertumbuhan penduduk yang berjalan sangat pesat dan mengarah pada krisis pangan merupakan kekhawatiran pertama tentang kelangsungan hidup umat manusia di planet bumi. Setelah itu, industrialisasi yang memproduksi berbagai sampah berbahaya dan mengancam status kesehatan manusia menjadi ancaman berikutnya. Kehancuran ekosistem hutan, tanah, udara dan air sebagai akibat tekanan penduduk yang makin tinggi serta aktivitas ekonomi yang sangat eksploitatif, merupakan keprihatianan komunitas dunia yang juga dirasakan meluas.

Pergeseran Ruang Lingkup Ekologi Manusia(Dari Antropologi Budaya ke Sosiologi Lingkungan)
Dari perspektif ilmu-ilmu sosial, bidang ilmu ekologi manusia (yang berawal dari sebuah pendekatan untuk memahami persoalan manusia dan alam) menapaki sejarah perkembangan keilmuannya secara khas. Sejak manusia menyadari betapa perubahan ekologi membawa akibat pada berlangsungnya krisis-krisis ekologi (ecological change and crisis) yang mendera makin dalam dan mengancam “daya hidup” manusia, maka sejak saat itulah para sarjana ilmu sosial bersemangat untuk mencari akar persoalan yang bisa menjelaskan krisis dan menanganinya secara lebih komprehensif dari perspektif sosiologi. Dengan demikian, “perjumpaan akademik” ilmu-ilmu sosial dengan ekologi, memang jelas bukannya tanpa kesengajaan dan tidak terjadi secara suka-suka (arbitrary). Sejak saat itulah sebagai bidang ilmu baru, ekologi manusia mengalami perkembangan yang sangat pesat.
Pada akhir abad 20, investigasi teoritik yang mengkombinasikan sosiologi, antropologi dan ekologi menghasilkan persenyawaan baru social dan ecology (the dynamics of human environment interaction) sebagai perluasan studi ekologi manusia. Pada kajian sosial ekologi ditelaah lebih lanjut masalah-masalah sosial dan hukum serta societal dynamics yang terjadi sebagai konsekuensi perubahan ekologi di suatu kawasan. Pada taraf lebih lanjut, “metamorfosa” human ecology menghasilkan cabang ilmu baru sociology of human ecology (lihat Micklin and Poston, 1998). Cabang ilmu baru ini makin berkembang menjadi environmental sociology yang mulai dikembangkan secara meluas oleh public academia sejak akhir abad 20 (lihat Redclift and Woodgate, 1997 dan Dunlap et. al, 2002). Metamorfosa “ekologi manusia” sebagai scientific field tidak berhenti sampai di situ karena perjumpaannya dengan political economics, menghasilkan cabang keilmuan baru yang mulai banyak diminati para sarjana ilmu sosial, yaitu political ecology (ekologi politik) yang didominasi oleh tradisi pemikiran ala historical materialism Marxian dengan atmosfer konflik yang sangat kuat (lihat Forsyth, 2003; Robbins, 2004).
Jika perjalanan ekologi manusia ditilik kembali ke tahap awal perkembangannya, maka dapat disimpulkan bahwa sosiologi dan ekologi tanpa disadari sebenarnya telah bersenyawa sejak semula (membentuk ekologi manusia) karena mereka memang “saling membutuhkan”. Secara epistemologis, persenyawaan itu dimulai sejak adanya kegundahan pada pertanyaan ala Malthusian tentang: “bagaimana manusia dan komunitasnya seharusnya memelihara ekosistem agar mereka mampu menetralisasi ketidaksetimbangan ekologis sehingga perjalanan survival dapat dilanjutkan hingga melampaui lebih dari satu generasi”. Hingga titik ini, konsep-konsep ekologi klasikal seperti adaptasi ekologi dan socio ecological adjustment disertai konsep kompetisi suksesi menjadi konsep-konsep dasar yang sangat penting untuk meretas jalan pemahaman ekologi manusia. Fokus perhatian investigasi teoritik pada tataran ini dengan sengaja menuju pada upaya pemetaan pola-pola adaptasi ekologi spesifik/khas lokalistik yang dilakukan oleh sistem-sistem sosial “kecil terisolasi” (dalam bahasa developmentalisme mereka sering dilabelkan secara keliru dengan istilah “suku terasing”). Pemahaman terhadap peta budaya sistem masyarakat kecil ini menghasilkan peta yang lengkap tentang pola-pola adaptasi ekologi komunitas asli (misal: Komunitas Dayak di Kalimantan, Komunitas Anak Dalam di Sumatera, Komunitas Baduy di Jawa, Komunitas Dani dan Amungme di Papua). Pada titik ini ekologi manusia menjadi tak ada bedanya dengan disiplin cultural anthropology yang memulai investigasi teoritiknya dengan fokus kajian sistem statik pada homeostasis10 yang dihadapi oleh suku-suku asli di pelosok dunia. Dalam hal ini ekologi manusia mengembangkan penjelajahan pengamatan dan analisisnya ke sistem-sistem sosial masyarakat yang lebih diverse yaitu: masyarakat pertanian, perkotaan dan industri serta masyarakat global.

Template by : kendhin x-template.blogspot.com