Minggu, 14 Juni 2009

Foucault

dekontruksi, yakni pembongkaran cara berpikir yang logis, atau cara berpikir yang kita anggap benar karena rasional. Dekontruksi membongkar unsur-unsur ketidaksadaran dari proses pemikiran—sehingga amat terpengaruh dengan psikoanalisa Freud. Di antara unsur ketidaksadaran tersebut adalah pengaruh kekuasaan yang muncul dalam kesadaran. Dekontruksi menolak pemikiran dominan karena tak lebih produk relasi pengetahuan-kuasa.
Foucault mengatakan bahwa yang berbicara bukanlah subyek, tapi struktur linguistik dan sistem bahasa Signifikansi bahasa dalam studi Foucault tampak dalam karyanya Madness and Civilization, yang meneliti tentang simbol-simbol yang diciptakan oleh relasi kuasa dengan pengetahuan. Praktek sosial menyediakan mekanisme yang memungkinkan relasi kuasa beroperasi. Kuasa ada dimana-mana, karena itu, ia bisa ditemukan dalam segala bidang interaksi manusia: keluarga, politik, ekonomi, sosial, agama dan sebagainya. Penelitiannya tentang sejarah orang-orang gila; yakni tentang mereka yang ditolak, berhasil mengungkap formasi-formasi bahasa dan diskursus yang telah menciptakan konsep ‘Pihak Lain’. 
Gagasan lain Foucault yang terpenting, berkenaan dengan wacana (discourse). Dalam discourse, bahasa adalah mediator. Wacana adalah ucapan yang dengannya pembicara menyampaikan segala sesuatu kepada pendengar. Unsur terkecil dari wacana adalah kalimat. Wacana yang diperkuat dengan tulisan disebut teks. Wacana merupakan kumpulan pernyataan-pernyataan (statement) yang berbeda dengan ungkapan (utterance) maupun proposisi (proposition). Yang dimaksud Foucault disini bukanlah sekedar perbincangan sehari-hari, tapi perbincangan yang serius (serious speech-act). Serius tidaknya suatu perbincangan diukur berdasar intensitas keterlibatan unsur relasi kuasa dengan pengetahuan yang melahirkan wacana tersebut. Ungkapan dikalangan mahasiswa bahwa “staf KBRI sering berfoya-foya” adalah speech-act, namun belum bisa dianggap serius karena ketidakmampuannya membentuk makna dan kebenaran. Namun, ketika yang berbicara adalah pejabat di Departemen Luar Negeri, hal ini menjadi serious speech-act, karena Deplu memiliki kuasa, selanjutnya bisa membentuk makna dan kebenaran.
Menurut Foucault, selama 3 abad masyarakat Barat telah membuat berbagai kesalahan mendasar. Ia menegaskan bahwa para ahli telah percaya secara salah, adanya pengetahuan obyektif yang bisa diungkapkan, mereka mempunyai pengetahuan demikian dan sifatnya netral (bebas nilai), pencarian pengetahuan demikian akan memberi manfaat bagi seluruh umat manusia, bukan hanya pada golongan tertentu. Semua aturan dari masa mpdern itu ditolak mentah-menmtah oleh Foucault, dimana dia percaya dengan pengetahuan yang berada pada satu wewenang akan menimbulkan kekuasaan yang terlembaga. Wacana yang terbentuk hanyalah suatu bentuk dominasi dari sistem kekuasaan.. kebenaran menurutnya adalah produk atau dongeng, ‘sebuah sistem produksi, regulasi, distribusi, sirkulasi, dan pernyataan’. Sistem kebenaran berada dalam hubungan timbal balik dengan sistem kekuasaan. Sistem kekuasaan menciptakan dan mempertahankan kebenaran. Kebenaran hanyalah produk dari praktek-praktek tertentu. Kekuasaan pengetahuan mewujudkan diri dalam wacana yang menciptakan “kebenaran” secara sewenag-wenag demi kepentingan nya. Dengan demikian pengetahuan menciptakan realitas (Basis, 2002).

0 komentar:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com