Minggu, 14 Juni 2009

Derrida

B. DEKONSTRUKSI

Proses kritik dari dalam, Derrida menyebutnya dengan istilah dekonstruksi” atau pembongkaran”. Pembongkaran itu menampakkan aneka ragam aturan yang sebelumnya tersembunyi untuk menentukan teks. Satu hal yang dapat ditampakkan melalui proses pembongkaran yang mendapat perhatian khusus dalam filsafat Derrida adalah “yang tak dipikirkan” dan “yang tak terpikir”.Metode dekonstruksi Jacques Derrida tentang “yang tak dipikirkan” dan “yang tak terpikir” inilah yang kemudian membuat Derrida untuk melakukan kritik terhadap pemikiran para penganut metafisika. “Yang tak dipikirkan” atau “mustahil dipikirkan”, menurut Derrida, hal itu merupakan hal yang belum dapat dipikirkan oleh para penganut metafisika (mungkin teks­teks tersebut dianggab suci, jadi tidak berani untuk menyentuhnya). Sedangkan “yang tak terpikir”, maksudnya adalah hal-hal yang bisa dipikirkan kembali dari pemikiran filosofis penganut metafisika.  

C. PEMIKIRAN FILOSOFIS 

Pemikiran Derrida ditimbulkan dari ada sebagai “kehadiran” yang ditimbulkan oleh pemikiran Barat. Menurut Derrida pemikiran tersebut adalah metafisika. Kerangka pemikiran metafisika tentang “ada” sebagai “kehadiran” adalah hadir bukan berarti harus ada. Kehadiran yang timbul dari gejala atau tanda adalah sarana untuk menghadirkan yang ada. Dengan demikian, – dalam pandangan metafisika tanda yang akhirnya hanya sekedar pengganti sementara menunda hadirnya objek itu sendiri.Jacques Derrida melakukan dekonstruksi terhadap pandangan bahwa tanda adalah sarana untuk menghadirkan. Menurut pandangan Derrida, bahwa kehadiran harus dimengerti berdasarkan tanda. Dengan kata lain, tanda tidak bisa sebagai sarana untuk menghadirkan, kecuali bahwa tanda benar-benar mempunyai nilai bobot. Derrida menyebutkan tanda sebagai bekas, seandainya bekas (tanda) dihapus maka kehadiran akan ikut terhapus.Tanda oleh Derrida disebut “teks” atau “tenunan” diambil dari bahasa latin “texere”, arti menenun. Derrida menolak anggaban bahwa makna melebihi teks dan hadir bagi pemikiran terlepas dari teks. Artinya, terjemahan disamakan dengan menanggalkan pakaian dari makna tersebar dan mengenakan pakaian baru. Padahal, (menurut Derrida) menerjemahkan dari satu bahasa ke dalam bahasa yang lain tidak boleh dibayangkan sebagai melepaskan makna yang terbungkus dalam teks tersebut.Logologi didengung-dengungkan oleh filosofis barat, angkan logologi adalah ilmu tentang perkataan atau lisan. Menurut pandangan filosofis Barat bahwa bahasa lisan sebagai pemikiran sedangkan bahasa tulis merupakan tambahan bagi bahasa lisan. Bahasa lisan adalah pemikiran yang bersumber dari percakapan yang diadakan oleh jiwa atau hati nurani.Menurut Derrida, logologi melupakan dan bahkan meremehkan bahasa tulisan. Derrida mengadakan dekonstruksi atau pembongkaran terhadap logologi, dengan mengubah logologi menjadi gramatologi. Gramatologi berasal artinya “tanda dari tanda”, gramatologi gramma yang ar isebut juga ilmu tentang “tekstualitas.Kadang-kadang bahasa lisan membingungkan para pendengar. Kata-kata di dalam bahasa lisan di dalam pengucapannya sama tetapi di dalam pengartiannya berbeda. Dengan bahasa tulisan, “teks” (tanda) bersifat terbuka.Dengan perubahan (bahasa lisan ke dalam bahasa tulisan) tersebut mempunyai pengaruh sangat luas terhadap perkembangan pemikiran manusia.Tetapi, Derrida tidak menghancurkan atau destruksi terhadap bahasa lisan. Maksud Jaqcues Derrida ialah bahwa setiap bahasa (bahasa tulis maupun bahasa lisan) menurut kodratnya adalah tulisan dari pemikiran. 

0 komentar:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com